"...kamu tau, apa artinya semua ini tanpa ada kamu disisi aku??",

Kata-kata itu terus mengiang di telinga Nina sepanjang malam. Tapi semua sudah terjadi. Keputusannya sudah bulat. Hubungan ini sudah tidak bisa di lanjutkan lagi. "Aku harus memilih, dan pilihanku adalah mengakhiri hubungan ini. Aku ga mau ngecewain orang tuaku. Ini ga salah kan??. Oke, ini ga salah. Ini sama sekali ga salah.", Nina coba meyakinkan diri. Tapi ada suara kecil didalam hatinya yang mencoba mengecoh pikirannya malam itu, "Apa iya harus begini??, kamu masih cinta dia, dan diapun masih cinta kamu. Kalian sama-sama cinta. Sama-sama sayang, juga butuh. Kenapa ga coba tuk perjuangin cinta ini??, kenapa harus menyerah??. Bahkan kamu ga ngasih Andi kesempatan tuk meyakinkan papa N mama. Ini bukan sebuah keputusan, melainkan ketakutan. Kamu galau Nin.. Kamu bingung, tapi kamu juga serba salah.", suara itu tak kalah kencang memenuhi ruang hatinya.

Nina terpekur. Dia beruaha tidak menggubris bisikan hatinya. Tapi semakin dia berusaha acuh, hatinya semakin kencang berteriak. " Jadi ini keputusan yang kamu bilang terbaik?. Terbaik buat kamu juga Andi. Emang iya?. BUkannya ini yang terbaik buat papa N mama?, inikan yang mereka inginkan?, membuat kamu meninggalkan Andi dan menjodohkanmu dengan lelaki pilihan mereka. Dan apa yang kamu lakukan?, kamu menyerah. Kamu pasrah, seakan tiada lagi usaha yang bisa di lakukan. Kamu takut Nin, kamu kabur. Iya, kabur dari kenyataan. Kenyataan bahwa sesungguhnya kamu dan Andi saling mencinta. Kenyataan bahwa ternyata masih ada jalan untuk meyakini papa mama kamu. Kamu pasrah. Bukan karna ingin berbakti pada ortumu, tapi lebih karna kamu takut papa mama memusuhi kamu. Iya kan??. KAMU TAKUT!!!, KAMU GA LEBIH DARI SEORANG TENTARA YANG MENYERAH SEBELUM PERANG!!!".

Huh. Nina bangun dari rebahnya. Pusing. Iya, dia pusing dengan semua ini. Seandainya saja papa dan mama lebih bisa mengerti kemauannya tanpa memaksakan kehendak pribadi, pasti dia tak akan segalau malam ini. Pasti.

"Tapi aku udah bener kok. Aku ini berbakti. Untuk menunjukkannya, aku turuti semua kemauan papa N mama. Kebahagiaan pribadi bagiku nomor sekian. Yang penting bisa melihat mereka tersenyum bangga, walaupun harus ada air mata sengsaraku di balik senyuman mereka. Aku rela. Aku ikhlas.", kembali suara pembenaran mengalun tenang dari kepalanya. Nina kembali terhenyak. Apa iya??. Apa iya aku senang dengan semua ini?.

Terdengar sebuah nada dari HP-nya. Sms, Andi. Isinya meminta Nina memikir ulang tentang apa yang menjadi keputusannya malam itu. Nina bingung, dilemparnya benda itu ke ujung tempat tidur. Tidak sampai jatuh. Belum.

Andi adalah lelaki terindah yang pernah memacarinya. Tipe yang hanya tercipta seratus tahun sekali, begitu kata Nina waktu jadian dulu. Andi bisa membuatnya tersenyum, bahkan tertawa, meskipun ga jelas. Dia bisa membuat Nina kuat. Meskipun Nina tau, Andi sedang rapuh. Andi selalu bisa membuat Nina nyaman, walau kadang membuat Nina deg-degan khawatir. Yang terpenting, Andi selalu bisa membuat Nina merasa bahwa dia tak sendiri di dunia ini.

"Nin, ini hanya proses kok, besok atau lusa, kamu akan lupa tentang dia. Jangan terlalu susah.", suara itu kembali menyiksa. "Bohong kalo kamu bisa melupakannya. Lha wong kalian masih cinta kan??. Ingat, ia lelaki terindah untukmu. Ia lelaki yang pertama kali mengecup bibirmu dengan penuh kasih. Dia yang selalu tersenyum kala kamu gundah atau marah. Dia bintang hidupmu. Iya kan??.", suara hatinya kembali berbisik.

Kali ini Nina tak menggubris mereka, suara hati dan suara pembenaran. Dia sibuk membuka laci, mengobrak-abrik isinya. Nina tersenyum kala menemukan sebuah benda. Senyum yang ambigu. Antara senyuman bahagia dan senyuman kematian. Rancu. Diambilnya benda yang ternyata seutas tambang. Tujuannya kali ini kamar mandi. Di ikat erat-erat tambang itu. Setelah dirasa cukup, dia pun mempersiapkan diri.

"Selamat tinggal papa..mama..aku terpaksa pergi dengan cara ini. Aku ga mau papa N mama sakit kalo ku masih sama-sama Andi, akupun ga mau Andi sakit kalo ku nurutin kemauan papa N mama. Biar aku yang ngalah, aku yang sakit. Ini yang terbaik.Aku sayang papa N mama, tapi ku juga sayang Andi. Maaf semua, aku pergi". Begitu isi secarik pesan diatas meja riasnya.

Tak lama, terdengar suara nafas tertahan. Memilukan dan miris. Nina pergi.

SELESAI

2 Responses so far.

  1. need-tha says:

    Walaaahh... Kq endingnya gt Bang? Miriss...

    Masalah ky gn masi sj ada y..
    Berurusan dg ortu emang g pnah mudah..

  2. Ya kalo ga gitu kan situh ga komen.. :D

    Emang, padahal saya pun termasuk yang benci dengan ortu mecem begitu..kayak tak pernah muda aja!! #emosi

Leave a Reply