Kemaren saya terlibat obrolan saya seorang temen. Eros Rosita namanya. Udah saya anggap kaya ade sendiri sih. Yang kita obrolin untungnya bermanfaat, jadi ga membuang waktu secara percuma. Untungnya. Mau tau apa yang kita obrolin? kasih tau ga ya?? Hehehehehhe. Yang kita obrolin ya ga jauh-jauh dari penulis dan menulis. Mau tau isi obrolan kita? Nih dia...

Eros : "yuk, diskusi lagi yuk"


Saya : "soal apa ni??"


Eros : "point of view, sudut pandang"


Saya : "lets go!!"


Eros : "aku lagi susah banget nulis pakai sudut pandang ketiga, karena mungkin efek dari seringnya pakai sudut pandang pertama dan kedua. ada solusi mas?"


Saya : "maksudnya gimana nih??masih kurang konek aku.."


Eros : "hahaha, makan dulu mas, sholat dulu, biar seger lagi!"


Saya : "hhahahahahaha. Shalat udah, makan doank belom ini."


Eros : "toss!! hahaha. jadi begini:mas selama ini nulis cerpen pakai sudut pandang berapa?"


Saya : "paling pol 2"


Eros : "maksudnya begini, pakai gaya, orang pertama (aku), pakai gaya orang kedua (kamu), atau pakai orang ketiga (dia)"


Saya : "nah, paling pool ya 2 doang de.."


Eros : "apa aja mas??"


Saya : "aku dan kamu. Susah kalo mau masukin dia"


Eros : "samaaaa!!!. itu dia masalahku, yang pengen aku diskusikan >.< aku juga keteteran pakai dia"


Saya : "coba gimana-gimana? siapa tau kalo kita diskusi jadi ketemu jalan keluarnya."


Eros : "iya, kan begini mas, kalau misalnya di novel itu kita tidak terlalu banyak konflik, dalam artian lebih banyak konflik batin si tokoh, itu pakai sudut pandang pertama cocok kan? Nah, masalahnya, kalau di novel kita banyak konflik (bukan dari tokoh utama saja) otomatis kita gak bisa pakai sudut pandang pertama kan? di sini kita harus pakai sudut pandang ketiga. Jadi penulis bertindak sebagai orang yang serba tahu. Kesulitanku, aku susah banget mengeksplore tulisan itu sendiri dari sudut penulis yang serba tahu."


Saya : "soal yang konflik batin, bener. Lebih cocok kalo kita cuma memasukan sudut pandang pertama, soalnya feelnya lebih dapet. Nah soal yang itu, kamu udah pernah coba tuk masukin sudut pandang ketiga dalam bentuk tulisan belom?"


Eros : "udah, tadi aku udah coba ngetik 1 paragraf, hasilnya aneh banget. mas mau baca?"


Saya : "coba, siapa tau bisa bantu koreksi.."


Eros : "Nasha Ashita menggigit bibir bawahnya dengan muka masam. Semburat asap putih mengepul tipis dari bibir ovalnya yang berlipstik natural dan sedikit basah. Rambut hitam lurusnya disimpul asal, membuat anak-anak rambutnya jatuh tidak teratur. Gadis itu menyilangkan tangan di depan dadanya, sesekali meraba tengkuknya yang telanjang tanpa syal. Dengan memakai cardigan abu-abu dan sepatu boat yang tinggi hingga menutup lutut jeansnya, ia berdiri mematung di ujung peron stasiun. Dengan tatapan tak pernah sekalipun beralih dari bulir-bulir bening itu."


“Dare o matte iru no?”


"Gadis itu sangat membenci hujan. Dan tidak pernah akrab dengan hujan sejak beberapa tahun terakhir. Hujan bulan November yang tak pernah bisa diprediksi sering membuatnya melenguh kesal. Seperti hari itu, ia terjebak di stasiun kereta, dengan handphone lowbat juga uang receh yang terbatas"


Saya : "ini dari sudut pandang ketiga?"


Eros : "iya, itu dari sudut pandang ketiga. aku coba kirim sudut pandang pertamanya ya!"


Saya : "coba!"


Eros : "sebentar, ada di flash disk. tunggu sebentar!"


Saya : "yup!"


Eros : "Aku sangat membenci hujan. Dan aku tak pernah akrab dengan hujan. Aku tak pernah bisa memprediksi hujan di bulan November, dan itu sangat merugikan karena tak jarang membuatku terjebak di tengah hujan. Seperti hari ini, aku terjebak di stasiun kereta, dengan handphone dalam kondisi lowbat juga uang receh yang terbatas."


“Dare o matte iru no?”


"Aku mendengar suara seseorang yang belum pernah sekalipun singgah di telingaku. Suara itu menyatu dengan hujan yang turun malu-malu menyapa atap stasiun, menjadi sebuah suara samar-samar yang bergemericik pelan."


"itu yang sudut pandang ketiga, pertama maksudnya. mas coba rasakan perbedaannya!"


Saya : "sebenernya sudut pandang 3 mu udah bagus, cuma permainan kata-katanya masih terlalu kasar.. jadi berasa banget timpangnya. g ngalir.."


Eros : "iya, hahaha. aku juga ngerasa gitu, aneh banget! setiap mau nulis pakai sudut pandang ketiga, aku mesti kebanyakan kata 'nya' kalau gak gitu mesti kebanyakan kalimat pasifnya."


Saya : "itu dia! coba cari referensi dari buku-buku yang kebanyakan pake sudut pndang 3. (buku-buku) john grisham bs tuh.."


Eros : "iya, kapan hari itu aku baca buku-bukunya ilana tan, tulisanku jadi terpengaruh kayak gitu, hahaha"


Saya : "ilana tan itu terlalu terkungkung gaya bahasanya. ngikut pakem banget.."


Eros : "nah, justru itu yang aku suka, hahah. aku pribadi lebih suka bahasa yang formal. mungkin dia pakai setting luar negeri, jadi dia pakai bahasa yang formal, beda jika tokohnya sedang berada di indonesia, dia pakai bahasa yang santai."


Saya : "oke, katakanlah begitu. Tapi kalo terlalu kaku dengan pola bahasa yg sedikit njelimet, ka rasa pembaca pun harus sedikit berkerut de."


Eros : "iya mas, itulah metropop. metropop beda dengan teenlit. metropop cenderung punya ritme yang tenang, jauh lebih tenang dari ritme2 teenlit atau sejenisnya. Ini untuk novel2 yang punya selling point itu ya mas, tidak termasuk buku2 sastra yang berat-berat itu. aku pernah ngobrol sama temenku, dia bilang aku gak boleh nulis metropop. haahahaa"


Saya : "sampe sekarang aku masih belom bisa membedakan metropop dengan teenlit, karena susah mencari perbedaan mendasarnya. hampir sama, hanya mungkin dari isi cerita N pemilihan bahasa aja mungkin ya?. kenapa harus masuk ke metropop kalo kamu bisa bikin novel umum?"


Eros : "iya, aku juga belum bisa membedakan metropop itu yang seperti apa. tapi bisa dilihat dari isi ceritanya. Metropop kebanyakan pakai setting urban. pemilihan bahasa juga berpengaruh aku ras. iya, mas. Kata temenku, metropop tidak berlangsung lama. cuma sampai sekarang aku masih belum paham, mana yang metropop, mana yang chick, mana yang sastra. mana yang romance."


Saya : "itu dia. tapi kdang bisa kerasa beda kalo kita membandingkan metropop dengan buku-buku novel luar. tapi kalo kamu membandingkan itu sama sesama penulis lokal, bedanya ga akan kerasa."


Eros : "itu dia. mungkin kebudayaan juga berpengaruh ya? yang bikin aku bingung itu, bedanya romance sama metropop, susah bener nyari bedanya."


Saya : "nah,maka itu. susah bgt nyari prbedaannya"


Eros : "temenku pernah bilang, kalau bahasa metropop tidak terlalu berat dibanding dengan bahasa romance. romance adalah salah satu aliran dalam menulis, sementara metropop adalah tulisan yang cuma 'mampir'. begitu katany."


Saya : "ga gitu juga c.. brrti kalo begitu, dengan mudahnya mereka menyimpulkan kalo harlequin itu bagus sementara ilana tan dkk itu penulis jadi-jadian??"


Eros : hahahaha, nah itu dia, sekarang pertanyaannya begini, apakah romantis itu selalu identik dengan adegan-adegan yang ada di harlequeen??


Saya : "ga harus. scene lucu konyol asal di gambarkan dengan niat cinta pasti bakal dapet feel romance-nya. itu dia!"


Eros : "itu dia, kembali lagi ke selera. temenku aliran penulis2 lama, penulis-penulis kayak putu wijaya, pramoedya, hemingway dan penulis2 rusia"


Saya : "wah, berat tuh!! full mikir!"


Eros : "iya, aliran sosialis, sama aliran idealis"


Saya : "siap-siap konsumsi sendiri kalo mereka nulis d indonesia"


Eros : "itu dia, selling point payah. Novelnya tidak pernah diterima penerbit dengan alasan novelnya terlalu sosialis. terlalu pinggiran!"


Saya : "nah! makanya, publik d indonesia lom siap tuk bacaan berat yg sebenernya berkualitas, pnerbit pun tkut buat masarin buku kaya gitu kl penulis itu lom ada nama. serba salah sih.."


Eros : "iya, serba salah. jangankan penulis berat, penulis teenlit aja kalau belum punya nama karyanya akan disingkirkan dulu, dilihat dulu naskah2 penulis yang udah punya nama. lantas pertanyaannya, apakah nama itu penting??? apakah nama itu bisa menjamin kualitas karya?"


Saya : "jaminan kualitas? ga. pi jaminan laku? iya. sekarang gini deh, liat di pasaran, penulis macem ben sohib ato yang laen bukunya kurang laku di banding buku-buku indra herlambang, raditnya dika, dll. gimana menurutmu?"


Eros : "betul itu! sepakat! miris lihat selling point di indonesia. buku yang menghibur ternyata jauh lebih laku daripada buku yang berkualitas."


Saya : "mnghibur? menghiburnya ini hrus kita garis bawahi lho!"


Eros : "iya 'menghibur', cuma hahahihi aja"


Saya : "aku baca bukunya john grisham, sastra lebanon, ato tulisan khaled hosaeni udah mnghibur, padahal berat banget bacaannya. lebih tepatnya mengaburkan makna sastra dan pnulisan itu sendiri"


Eros : "cuma sekedar nulis, dapat bayar, tapi gak tahu maksudnya apa. masuk kuping kanan, keluar kuping kiri"


Saya : "ituh!!, sekarang gini y, buku-buku punyanya mereka itu dapat impact apa kita setelah ngebacanya? ga ada. dibaca dan didiemin. udah. beda ketika kita baca tulisannya hemingway, steel, crichton dll, selaen terhibur, ada nilai bahkan pengetahuan yang kita dapet. itu bedanya."


Eros : "ituh! apa itu ya alasan temenku nglarang aku nulis metropop? oke, semakin menemukan titik temu, beda metropop dengan romance"


Ray : "bisa jadi. lebih baik idealis dengan gaya n karya sendiri daripada ikut pasar N penilaian publik kepadamu jadi seragam."


Eros : "iya, kemarin tulisan yang aku tag ke mas itu, aku suruh baca temenku. hihihihi. katanya bahasaku mendayu-dayu, membosankan. aku sendiri mulai keracunan bahasa yang ritmenya tenang kayak gitu."


Saya : "ciptakan bahasa N gayamu sndiri. ga masalah banyak referensi yang kamu baca, asal taste kita ga ilang"


Eros : "menulis kuncinya cuma satu, menulis, menulis, menulis dan membaca. itu yang penting. 4 ding bukan "


Saya : "nah, ituh!!"


Eros : "jadi mas, kesimpulannya?"


Saya : "owh nungguin toh??"


Eros : "enggak, tadi masih ada yang suruh mindahin"


#Gubrak


Saya : "menurut q, idealis dalam menulis itu perlu, sangat perlu. untuk menunjukkan karakter N genre dalam penulisan kita. jangan pernah membebani dengan segala macem, cukup menulis N keluarkan semua imajinasi binalmu. masalah genre ato gaya penulisan, pembaca lebih kritis n lebih tau."


Eros : #prok prok prok. "hehehehe"


Saya : #blushing. "masalah sudut pandang, lebih banyak kamu baca,makin ngerti esensi n penggunaan itu sndiri. cukup diasah aja lagi"


Eros : "siap! yeah,,, intinya percaya diri aja ya. menerima masukan boleh, cuma jangan sampai menghilangkan sense of writing kita sendiri. ----> pemicu plin plan."


Saya : "nah itu!! orang boleh ngomong banyak hal, pi eksekusi akhir tetep d tangan kita"


Eros : "percaya pada kemampuan sendiri lebih utama, kita yang menulis, so semua dunia yang kita ciptakan ada di tangan kita, kitalah yang bertindak sebagai tuhan kecil dari setiap tulisan/karya yang kita hasilkan, benar begitu?"


Saya : "ituh!!!"


Eros : "aku jadi pinter yak? hahaha"


Saya : "hahahahahahaha.. pinteran kamu dh drpd aku.."


Eros : "cuma terkadang memang down banget waktu dapat penolakan dan respon yang tidak baik, dan bingung. yah, mungkin karena waktu itu aku belum punya pegangan dalam artian kepercayaan diri itu sendiri."


Saya : "nah,makanya.. dilatih mulai sekarang. jadi pnulis itu g cukup cuma punya bakat aja. mental yang kuat juga perlu"


Eros : "bukankah kita lebih tahu apa yang ada di pikiran, hati dan perasaan untuk dituangkan dalam sebuah tulisan?? iya, dunia kepenulisan itu sama kejamnya dengan hukum"


Saya : "ituh!!!"


Eros : "so, mau nulis apa mas nanti??"


Saya : #jah. "nulis apaan nih?"


Eros : "hahahah.. berani mencoba pakai sudut pandang ketiga??"


Saya : "knp g?"


Eros : "yees, aku tunggu!! btw, yang cerpen di blog itu keren loh!"


Saya : "yang mana de??"


Eros : "yang bang jali itu.."


Saya : "hahahahahaha.. emang iya?"


Eros : "iya, mas ray keren kalau nulis kayak gitu, serius!"


Saya : "BTW, ngomongin soal bang jali, q malah jadi ada ide mo bikin kumpulan cerpen soal dia erus kalo jadi,mo q tawarin k penerbit.gimana mnurutmu?"


Eros : "yeeessss, aku setuju!!! nyoba gradien, dia khusus lini humor. dicoba aja mas, gak ada salahnya kan kita nyoba? tapi, tanda bacanya harus diperhatikan"


Saya : "hahahahaha.. niatnya c gt..doain aj lancar. nah, soal tanda baca, kan ada kamu sebagai editornya. woi!!"


Eros : #gubrak!!! "iya mas, moga lancar. yang penting konsisten, usahakan tiap hari bisa menulis, meski cuma satu kalimat. untuk melatih intuisi aja agar bisa tetap tajam, setajam silet, hahahaha.. uwaaaa, jaringanku kenapa sih nih???"


Saya : "serem kata-katanya..banting aja de jaringannya!"


Eros : "karena ada siletnya itu ya??? hahaha, ketularan fenny rose, hahaha.."


Itu tadi cuplikan obrolan sastra saya sama Eros Rosita, temen sekaligus rekan penulis saya. Semua ini saya tulis apa adanya, dengan sedikit perbaikan disana-sini. Alhamdulillah dalam dialog ini, tak ada hewan yang terluka atau tanaman yang rusak. Puji syukur..

SELESAI

4 Responses so far.

  1. Erostahu siapaaku says:

    sungguh luarbiasa bukan,mendapat masukan tentang menulis sekaliber Eros Rosita (penulis pemenang Heart To Heart Quiz)...tak salah aku dulu pernah berteman dengannya....tak salah juga aku mengabarkan info Heart To Heart Quiz,walau hanya hitungan jam.....tapi apa yang terjadi?...sungguh-sungguh pecinta senja yang sukses menjadi pemenang pertama....
    sampaikan salamku untuknya ya.....
    aku sedang sekarat untuk apapun apalagi menulis bahkan untuk menyapa pun aku sedang sekarat

    salam
    (erostahu siapaaku)

  2. sekarat bukan berarti mati,ada irama semangat yang mungkin masih bergelora meskipun tertahan.keluarkan,paling tidak tuk diri sendiri. :)
    salam darimu akan kusampaikan :)

  3. erostahu siapaaku says:

    sulit mungkin menjelaskan...
    aku belum siap kembali seperti dulu...salahku terlalu banyak,aku tak pantas muncul lagi.....
    aku sedang mencari semangatku dulu...aku harus menambal satu-persatu luka yang telah kulakukan...

    jujur aku kangen dengan obrolan dengannya..tapi aku belum bisa...
    terimakasih ya..(maaf terlalu curhat)

    salam
    (erostahu siapaaku)

  4. temy says:

    blognya bagus

Leave a Reply