Harus benar-benar dimanfaatkan dengan baik. Mungkin hanya saat ini kesempatannya. Secepatnya saja kukecup bibirnya yang tipis sembari kugenggam halus lehernya yang jenjang. Leher itu sesekali menegang ketika sentuhanku mengarah kebelakang kupingnya. Pori-pori disekitarnya pun menjadi kasar, terbangun karena sentuhanku. Sementara tangan kiriku memegang lehernya, tangan kanan kugunakan untuk mengusap perutnya keatas hingga aku dapat merasakan barisan tulang iganya. Bibirku tak berhenti mencumbu bibirnya, bahkan lidahku kini telah masuk kedalam rongga mulutnya, menari-nari bersama lidahnya. Keadaan kini sudah sepenuhnya dibawah kendaliku. Pelan-pelan kusisipkan tanganku kedalam bajunya, penasaran ingin merasakan suhu tubuhnya dibalik pakaian yang membalutnya. Hangat. 

Ciuman terhenti. Ia menjauhkan kepalanya sebentar. Matanya masih terpejam, seakan menikmati, namun tersadar dengan apa yang kau lakukan. Sepersekian detik kami mematung. Aku menunggu. Sedetik kemudian bibirnya sudah kembali berada dalam kecupanku. Semakin erat, semakin menggebu, juga hangat. Oiya, sudah kuceritakan tentang mulus tubuhnya? Iya, meskipun baru bagian perut yang kusentuh, namun sudah terasa kemulusannnya. Dengan agak takut aku menaikkan usapanku keatas. Ke arah dadanya. Sedikit membelai bra yang menutupi dada besarnya. Besar, yang dalam bayanganku bahkan tak cukup dalam genggamanku. Tangan kiriku masih menopang lehernya, sementara jemari di tangan kanan kini sibuk meraba-raba dadanya yang terbungkus bra. Ah, gila! Hembusan napasnya kini menderu. Seakan habis berlari ke segala penjuru. Sekarang! Aku masukkan tanganku kedalam bra, merasakan sensasi hangat yang kini kudapat dari dadanya. Lagi-lagi kecupannya terhenti. Cukup lama kali ini. Meski tak memandangku, namun dapat kurasakan pertanyaan-pertanyaan yang berkecamuk di pikirannya. Dalam balutan nafsu, ternyata logikanya masih bekerja. Tenang sayang, aku tak sampai hati untuk menodaimu, meskipun ingin. Ini hanya permainan nafsu saja. 

Kami sudah kembali berpagut ketika akhirnya tanganku mendapat ijin untuk memegang dadanya. Uhm.. meraba juga. Oke, meraba dan memegang, tanpa bra. Dan, benar-benar besar. Aku merasakan sensasi yang tak dapat digambarkan ketika melihat dirinya meliuk-liuk saat kupuntir putingnya. Ah, bangsat!! Kenapa tak dari dulu nafsu menjebak, kalau ternyata rasanya enak?! Semakin ia mengejang, semakin aku tegang. Kini tangan kiriku mulai melepaskan lehernya, ikut masuk kedalam kaos putihnya. Dua tangan, dua dada. Jangan tanya bagaimana sensasinya. Kini nafasku dan nafasnya saling berkejaran, menderu dalam nafsu. Seru! Dalam kenikmatan semu, kurasakan ada sentuhan di celanaku. Apa itu? Tangannya? Oh, semakin gila. Semakin suka. Ini nafsu menguras jiwa!!

Usapannya berantakan, hanya mengusap tanpa merasakan. Ia pegang-pegang tanpa perasaan, jadi kadang terasa enak, kadang sakit. Tak apa, teruskanlah. Celanaku tebal kok, jeans mahal. Tak akan terasa juga jika sesuatu telah terbangun saat ini. Seolah mendapat ijin lebih, kupeluk ia dari belakang, biar bertumpu tubuhnya pada dadaku. Masih berpagutan, aku memegang dadanya dengan tangan kanan sementara tangan kiriku berusaha meloloskan diri kedalam celananya. Sial!! Ketat sekali, kalau tak bisa dibilang sempit, hingga sulit usahaku. Buka boleh?, isyarat tanganku. Ia menggeleng. Gantung dan nanggung, persis seperti film-film yang tak pernah habis kutonton dirumah.

Kuraba saja bagian luarnya. Tangan kiriku sibuk dengan putingnya, sementara tangan kananku meraba-raba luar celananya. Benar dugaanku, liukannya makin menjadi, sampai tak mampu aku menopang. Teruskan saja, sampai pagi, sampai mati..

__________________________________________________________________________________

Aku tak tahu apa yang akan dia lakukan. Mengajakku ke tempat sepi yang belum pernah kudatangi sebelumnya. Sebelumnya kami hanya makan malam sambil ngobrol. Diam sebentar, tiba-tiba ia sudah mengecup bibirku, dengan tangan yang menyapu lenganku dan berhenti di leher. Uh.. ada sensasi geli yang kusuka ketika tangannya mengusap tengkuk. Maunya berhenti, tapi aku penasaran. Harus dilanjut! Kami terus bercumbu, tangan kirinya memegang leherku saat tangannya yang lain mengitari sekitar perut hingga punggungku. Berhenti di punggung, ia usap lembut bagian itu. Rasanya? Entah.. Aku merasakan ketenangan sekaligus kenikmatan secara bersamaan. Kecupannya lembut, tidak beringas, tidak pula mendominasi. Pelan, namun nyaman. Lidahnya menyapu seisi mulutku. Gigi, lidah, semuanya. Ternyata enak ya sensasinya. Ingin mendesah, namun malu. Aku diam sambil memejamkan mata. Menikmati sambil membayangkan, seandainya ini mimpi, tentu aku tak ingin terbangun. Seandainya ini nyata, tolong jangan berhenti. Sedang asik menikmati, telapak tangannya yang dingin pelan tapi pasti sudah menyentuh perutku. Dingin, yang membuat bulu kudukku berdiri. Aku terkejut. Sejenak terlepas kecupannya. Aku memundurkan kepalaku. Mencoba memahami maksudnya.

Ingin menghentikan, namun aku sudah nyaman. Cumbuan itu berlanjut sesaat setelah kudekatkan lagi bibirku untuk dipagutnya. Tangannya kini meraba perut dan terus berjalan, menyentuh igaku, pusar, terkadang berhenti hanya untuk mendramatisir kelakuannya. Cepat sekali tangannya, juga nikmat, hingga ia kini sudah membelai-belai dadaku yang terbungkus bra warna hitam. Warna kesukaanku, terlihat seksi saja, apalagi jika dibalut dengan kaos putih menerawang. Orang-orang bilang dadaku besar, dan aku mengakuinya. Itulah salah satu kebanggaanku. Iya, aku membanggakannya. Cukup lama ia mengelus-elus bra hitam itu. Ah, terlalu lama! Kenapa tidak kau masukkan tanganmu kedalamnya dan sentuh dadaku? Lelaki! Eh, tapi ia melakukannya. Dimulai dari tangannya yang mencoba memegang dada kiriku secara langsung. Disingkapnya bra-ku dan kemudian ia mainkan dadaku. Dipegangnya, diraba. Ah, begitu. Jangan terlalu lama. Aku sengaja kembali mematung ketika ia mulai memuntir putingku. Biar, biar ia bingung. Merasa serba salah, padahal aku menikmatinya.

Kecupan berlanjut setelah jeda yang lebih lama. Kini tangan kanannya turun menyentuh pundak, pinggang lalu pantatku. Ia usap-usap lama disana. Aku mengikuti permainannya sembari tak kuat menahan geli. Bergoyang tubuh ini kesana-kemari. Gila geli! Sekarang gantian. Tanganku sudah lama diam, paling banter hanya menyentuh dadanya. Kuarahkan tanganku ke celananya, tidak membuka, cukup kuraba saja. Pasti ia salah tingkah. Dan benar saja. Kalau tadinya hanya aku yang merasakan getaran geli diseluruh tubuh, kini ia pun sama. Kedua tangannya sudah duluan "memperkosa" payudaraku. Jadi kini, aku bersender di dadanya.

Oh.. jadi sekarang ia ingin membalas perlakuanku pada celananya yang sudah mulai menegang itu. Tangan kirinya turun menyusuri perut lalu berusaha masuk kedalam celanaku. Dikira celana yang kupakai ini longgar mungkin. Dia salah. Ini sempit, memang sengaja. Tak ada ruang. Coba usaha. Coba kalau bisa. Pegang saja diluar, usap semaumu dan aku menikmatinya. Tahapannya belum sampai kesana. Belum, belum boleh untuk memegang langsung isi dari celanaku. Eh, tapi usapannya lumayan membuatku menderu. Sial!! Coba sejauh apa kau menyenangkanku?

__________________________________________________________________________________

"Rin.. Rin!! Pulang yuk! Nih udah ketemu kok kunci rumahku. Kirain ilang. Yuk ah! Sepi gini, gelap pula" Aku tersadar dari lamunanku. Lamunan ketika pandangan kami saling bertemu untuk sepersekian detik, dengan posisi yang sangat mendukung untuk mendaratkan paling tidak, satu atau dua kecupan. Tapi ah.. masa iya aku mau? Rini kan hanya seorang gay yang sukses operasi plastiknya tahun lalu, ketika akhirnya ia mendapat ijin untuk mengikuti kemauan seksualnya. Sayang..

6 Responses so far.

  1. Anonim says:

    oh...

  2. Anonim says:

    no...

  3. wkwkwk.. endingnyaaa... huehue,,
    sayang sekalin, rin.. hehe

  4. dinikopi says:

    Dafuq Ray! Gilak idenya cerdas! Deskripsinya dapet. Tapi tetep endingnya fak abis :)))

  5. AFP says:

    iya, endingnya memang fak banget :)))

  6. thank you very much for the information provided

Leave a Reply