"Pssst..udah dong nak nangisnya, sebentar lagi ayah kan pulang, jangan nangis lagi yah!! Tuh apa tuh.." Terdengar rayuan seorang wanita kepada bayi yang terus menangis keras. Itu Reva, anaknya. Sudah beberapa hari ini Reva sangat rajin menangis, padahal tak ada yang aneh. Reva tidak sedang sakit. Bahkan bisa dikatakan sehat untuk bayi seumurannya. Tak lama, terdengar suara pintu dibuka.
"Tuh, ayah pulang nak!! Udah ya, jangan nangis lagi..."
Angga memasuki rumah dengan wajah ditekuk. Mood-nya sedang tidak enak hari ini. Entah ada berapa macam masdalah yang membuat mukanya seperti itu.
"Yah, nih Reva nangis terus yah, padahal aku udah bikinin susu, udah aku hibur juga, masih aja nangis. Padahal ga sakit lho yah..." Ujar Vanya, masih sambil menimang Reva di pelukannya. Yang dituju diam saja. MAsih dengan wajah tertekuk, masih tanpa ekspresi.
"Yah, kok diem aja,? coba deh di pegang Reva-nya.. Kangen sama kamu kali.." Pinta Vanya.
Tiba-tiba Angga melotot, emosinya memuncak. Dia membentak Vanya. "Bisa diem ga? Aku ga perduli ya mau tu anak kenapa juga, bukan urusanku. Udah ku bilang kan dari awal kita nikah untuk ga usah punya anak dulu. Liat tuh akibatnya!! Liat!!"
Sontak Vanya kaget, lalu membujuk. "Yah, kamu kenapa sih? Ada masalah? Cerita dong, jangan marah-marah kaya gitu. Kesian Reva."
"Masalah? Banyak!! Semenjak ada anak itu emang selalu ada masalah!! Kamu tau kalo hari ini aku baru aja di keluarin dari kerjaanku? Ini pasti gara-gara anak itu!! Mau makan apa coba?" Angga masih melanjutkan emosinya.
"Kok ngomongnya gitu? Kan dulu Reva ada ya atas kemauan kita Yah, kamu ngerti dong. Jadi jangan nyalahin gitu." Vanya masih tenang. Mencoba menenangkan suasana.
"Iya, tapi kalo seandainya dulu kamu ngerti dengan keadaan kita yang belum stabil, kamu pasti tau alasannya. Rese semua!!! Aku tuh capek, capek banget. Ditambah harus ngurusin anak pula!!"
Vanya sudah tak bisa menahan emosinya, akhirnya keluarlah apa yang sudah ditahannya "Heh, kamu kira kamu aja yang capek? Aku juga capek. Kamu enak, bangun tidur lansung pergi berangkat kerja. Lah aku? Aku bangun tidur, terus masak, belum lagi nyuciin pakaian kamu yang segunung, terus harus ngurusin Reva. Belum lagi kalo anaknya ga bisa diem, aku harus nemenin, kalo lagi nangis gini, aku harus ngedengerin nangisnya seharian. Sadar dong Ngga, ini bukan cuma anak aku aja, anak kamu juga. Kamu juga harus tau dan mau ngurus. Enak banget kamu kaya gitu. Bisanya cuma ngeluh sama nyalahin Reva aja!!"
Reva diam, sebenarnya dari awal Angga marah, anak itu sudah diam. Suasana memanas. Namun tak ada tanda-tanda Angga akan mengalah atau menghentikan ocehannya.
"Oh gitu.. Kalo gitu aku nyesel!" Cetus Angga sembari ngeloyor ke ruang tamu.
"Nyesel? Maksud kamu?" Vanya mengejar.
"Iya, aku nyesel nikahin kamu kalo emang begini jadinya. Buat apa? Males banget kalo tiap hari harus ngeliat kamu ngeluh terus"
"Denger ya Ngga, aku bukan ngeluh, aku cuma mau cerita aja sama kamu. Cuma cerita Ngga dan kamu bilang itu ngeluh? Tega banget kamu! Asal kamu tau ya, aku juga nyesel harus, kudu nikahin kamu kalo tiap hari cuma ngeliat kamu cemberut mulu, masang muka sial terus. Maksud kamu apa? Mau kamu apa?" omel Vanya.
"Pisah" Balas Angga.
Sontak saat itu juga, tiba-tiba Reva yang ditinggal di kamar menangis keras. Angga dan Vanya tadinya tidak memperhatikan, sampai akhirnya Vanya tersadar saat tangisan Reva makin keras.
"Reva!!" Kata Vanya.
"Reva kenapa tuh??" Ucap Angga sambil berlari ke kamar di ikuti Vanya. Sambil berlari, pikiran mereka sudah berantakan. Si lelaki memikirkan nasib Reva dan juga kata terakhir yang di ucapkannya tadi. Si Wanita juga memikirkan Reva dan nasib pernikahan mereka.
Tangisan Reva semakin menjadi. Ketika mereka masuk kamar, ternyata Reva terjatuh dari tempat tidur. Pelipisnya membiru. Seketika Vanya menangis dan memeluk Reva. Angga ikut dibelakang sembari mengawasi. Tak terasa, tangannya mulai memeluk tubuh Vanya dan Reva.
"Jangan diem aja kamu! Cepet ambil minyak tawon!! Sakit ini!!" Bentak Vanya dalam tangis yang membuat Angga terkejut lalu langsung mengambilkan yang diminta. Sambil mengambil dengan tak acuh, Vanya mulai mengolesi dan mengurut pelipis Reva.
"Maafin ibu ya Nak, ibu lupa kalo kamu sendirian di kamar. Jadinya jatuh deh.." Rujuk Vanya lirih.
Angga cuma diam. Dari jauh, dia memperhatikan Reva. Mirip dengannya, begitu gumam Angga. Bayi lelaki yang mungil dan rapuh itu kini tertidur kembali setelah sakitnya reda. Angga mulai berani mendekat dengan enggan. Vanya cuek. Mencoba tak mengindahkan kelakuan Angga.
"Sinih Van, aku gendong.." Pinta Angga, takut.
"Ga usah! Ngapain?!!" Vanya melotot.
"Udah sinih!" Angga mengambil Reva dari pelukan Vanya. Sesaat, mata mereka tertumbuk lalu pandangan mereka beralih ke foto dalam bingkai merah jambu yang terpajang tepat diatas tempat tidur.
"Kamu inget foto itu?" Vanya mulai mencair.
"Iya, waktu kita masih pacaran, kenapa?"
"Aku rindu sama cowok yang meluk aku di foto itu. Cowok yang kuat, yang penyabar, yang selalu bisa bikin aku tersenyum, juga cowok yang kuat. Aku rindu sosok itu..."
Angga tertegun. Langsung ia memeluk Vanya.
"Yank.. Aku minta maaf yah!! AKu salah. Salah sama kamu, sama Reva. Aku jahat."
"Udah aku maafin kok Ngga.. Aku cuma sedih aja kamu ngomong begitu. Sakit Ngga!!"
"Maaf.. Ga akan aku ulang. Aku akan mencoba kembali lagi menjadi sosok yang meluk kamu dalam foto itu. Pasti.." Angga memeluk lebih erat.
"Aku tau kok, aku tau. Kamu pasti bisa..." Jawab Vanya. Masih memandang foto dalam bingkai merah jambu.
SELESAI
Statistik Tamu
Yang Laris Dibaca
-
"Han.. Angkat teleponnya dong, Han.. Angkat.." Suara nada sambung yang entah sudah keberapa kali kembali terdengar. Dengan ta...
-
Pada satu kesempatan, saya merasa jadi orang tersial di dunia, tapi urung terjadi setelah melihat pengemis yang terlihat kelaparan memi...
-
"Hai! Kau pasti bingung kenapa tiba-tiba ada disini, iya kan? Dan lebih bingung lagi kenapa badanmu terikat juga mulutmu tertutup lakba...