Pagi-pagi wanita itu sudah menenteng televisi dirumah kami keluar. Setelah dibersihkan dan dirapikan, lalu di bungkus kembali dengan plastik dan menaruhnya ke dalam kardus.Setelah selesai, dia lalu membangunkan anaknya yang baru berusia 4 tahun.
"Ben, bangun! mau ikut mama ga?" ucapnya lembut. Setelah ngulet kesana-kemari dan berjuang membuka mata, si anak kecil bertanya, "Mau kemana ma?", belum sempat di jawab, mata kecilnya berkeliling mencari televisi yang biasanya ada di depan tempat tidurnya. "Tivinya Mbeh mana ma?" Mbeh, begitu Ben menyebut dirinya, bertanya dengan suara yang masih mengantuk.
"Nih mama mau bawa pergi tivinya, di tuker sama uang tivinya", jawab wanita yang di panggil Ben dengan sebutan Mama itu lembut.
"Dijual ya ma?"
Wanita itu tersenyum. "Iya nak, buat jajan Ben.."
"Buat beli susuuuuuuuuu!!" jawab Ben sambil tersenyum. Namun tak lama senyumannya memudar. "Nanti kalo ga ada tivi, ga ada spongebob lagi dong ma, ga ada patrick lagi deh, ga bisa ngeliat doraemon sama power ranger deh..."
"Ya kan nanti kalo punya uang bisa beli lagi. Yuk bangun yuk! Mandi terus ikut mama. Abis jual tivinya terus kita makan McD deh.." rayu Mama.
"Hmm.. Mekdi ya ma?" Sejenak Ben diam. Matanya berputar-putar, seperti memikirkan sesuatu. "Yang ada perosotannya itu ya ma?" Mama mengangguk. "Mbeh mandi ah.." Ben membuka bajunya dan berlari menuju kamar mandi. Sementara Ben mandi, diam-diam, wanita itu meneteskan air mata dan terisak.

Sekarang, mereka sudah menaiki becak, tidak lupa membawa televisi yang memang menjadi tujuan mereka pergi pagi itu. Diatas becak, Ben tidak berhenti bertanya. Semua hal yang dilihatnya menjadi bahan untuk sebuah pertanyaan. Pertanyaan berlanjut tepatnya. Sebab setelah selesai jawaban pertama, akan ada pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. 
"Ma, emang kalo tivinya ga dijual kita mbeh ga bisa minum susu ya?"
"Iya nak. Ga bisa beli susu, ga bisa jajan juga nanti. Kan kasian kamunya." Jelas Mama sambil memandang Ben.
"Mbeh mau kok minum teh kalo emang susu harganya mahal ma." balas Ben. Suaranya terdengar lantang dan meyakinkan.
"Beneran mau kamu?" Mama memandang haru anak terkecilnya itu.
"Mau dong. Kan kan biar ga ngerepotin mama.." lanjut Ben. Tersenyum.
"Tapi kan musti beli gula juga nak, lagian juga buat keperluan yang lainnya." jelas Mama.
"Hehehehe.. iya ya ma. Ntar kalo mama ga punya uang, mama ga masak deh. Mbeh laper deh. Ya udah jual aja deh ma tivinya."
"Emang gak apa-apa? Nanti ga bisa nonton tivi lho.."
"Kan kan bisa nonton di rumahnya Fajar. Kemaren tuh mbeh liat papanya Fajar beli tivi baru, gede dah ma. Bisa nonton bareng-bareng dah itu mah.." Ben tersenyum, manis sekali. Mama memeluknya.
"Makasih ya nak." Tanpa sadar air matanya menetes.
"Mama jangan nangis, kan ada Mbeh disini." Ben menatap mata mama.
"Emang kenapa kalo ada Ben?" tanya mama sambil tersenyum di balik tangisnya.
"Mbeh bakal jagain mama dari siapa aja yang mau ja'at sama mama. Biar Mbeh lawan!!" tandas Ben dengan wajah yang serius. Melihat wajah anaknya yang begitu serius, mama tertawa. Tak senang ditertawai, Ben memandang sebal, "Dih mama malah ketawa kan.. Kan kan Mbeh sayang mama.."
"Iya, mama juga sayang Ben.." mama kembali memeluk Ben, "Eh tapi Ben," lanjutnya, "Kan tadi Ben bilang mau ngejagain mama, ni kalo misalnya mama ga bisa bayar becaknya gimana ni? Ben mau ngapain?" canda mama dengan mimik yang dibuat serius. 
Ben tak kalah seriusnya menanggapi pertanyaan ibunya. Sambil berbisik dia berkata, "Wah, mama ga cukup ya uangnya?" Nampak wajahnya berpikir keras. "Kita lompat aja ma dari becaknya, terus kabur."
"Terus tivinya?"
"Oh iya!! ntar tivinya dibawa abang becaknya dah. ah ga jadi kabur deh. Kita pasrah aja ma.."
"Terus ntar dibawa ke pak polisi dah" jawab Mama.
"Udah ga apa-apa. Kan nanti ke kantor polisinya sama Mbeh. Mama pasti Mbeh jagain deh kalo pak polisinya mau marahin mama." Masih dengan wajah serius, Ben menanggapi pertanyaan Mama.
Tawa Mama meledak, "Becanda kok nak..." Dipeluknya lagi anak itu. Dibalik segala kesusahan yang dirasakannya kini, paling tidak kehadiran Ben bisa membuatnya tenang dan tersenyu, juga semangat menghadapi segala cobaan. Entah apa yang terjadi kalau tidak ada Ben, atau kalau anak terkecilnya bukan seorang Ben.
"Mama sayang Ben.." Air matanya kembali menetes.
"Mbeh juga. Kalo mama sayang, ntar makan es krim ya! Kemaren di tivi ada es krim enak.."

Leave a Reply