Dari puncak sebuah gedung yang tidak terlalu tinggi, seorang lelaki duduk dengan tenang. Mulutnya bergumam, seperti merapal sesuatu. Bukan, itu bukan sebuah rapalan. Dia membuat dirinya seakan pembawa acara dari aksi besar yang akan terjadi siang ini. Layaknya seorang pembawa acara, dia berusaha agar para penonton ilusinya dapat mengikuti acara dengan baik. Tentunya dengan cerita yang ia sampaikan.


"Ini adalah hari pembalasan. Hari puncak, di mana kita semua akan melihat kota ini menjadi puing, menjadi abu. Dengar hadirin sekalian, pertunjukan yang sebentar lagi anda saksikan tidak akan tertunda, disiarkan langsung di depan mata anda. Sekarang coba kita arahkan pandangan mata kita ke ujung sana. Coba lihat. Sebuah plaza yang sebentar lagi akan hancur menjadi abu. Dan... Sekarang, mari tengok ke arah sana. Ya, anda sekarang melihat deretan kantor-kantor pemerintahan. Nanti, dalam hitungan menit semua itu akan rata dengan tanah. Juga kendaraan yang melintas di jalan utama ini, sebentar lagi akan pecah berantakan. Sebentar lagi, semua akan dimulai tepat ketika arak-arakan konvoi melewati jalur utama."

Dia berdehem, sebelum kembali melanjutkan narasinya.

"Sebelumnya mohon perhatian, hadirin sekalian. Jalur utama ini, jalur yang dipakai sebagai tempat peringatan acara puncak Ulang Tahun Kota, merupakan sebuah jalur yang cukup panjang. Dimulai dari ujung sana, yang ditandai oleh sebuah minimarket dan berakhir di sana, di mana berjejer kantor-kantor pemerintahan. Dan, rombongan pejabat kota terdapat di tengah, di sebuah tenda yang sudah disiapkan khusus untuk mereka."

Dia menyalakan sebatang rokok. Sebelum menghisapnya, ia mencecap kopi yang ditaruh dalam botol plastik.

Dari jauh, rombongan konvoi terlihat mendekati jalur utama di mana para pejabat dan warga yang menonton sudah berkumpul.

"Hadirin sekalian, ini adalah hari besar! Hari Ulang Tahun kota ini. Kota tercinta yang kita semua banggakan. Dan tentunya, sebagai pembawa acara kesayangan anda, dengan bangga saya akan menemani anda melewati detik-detik yang paling ditunggu ini. Sabar, hadirin sekalian. Sabar."

Petugas keamanan menyebar untuk mengosongkan jalan. Para pengendara yang terlanjur memasuki jalur utama, diminta untuk berputar dan melewati jalan alternatif yang sudah disiapkan. Rombongan konvoi sudah memasuki jalur utama, yang disambut oleh warga yang sedari pagi sudah berjejer rapi untuk menyaksikan konvoi siang itu.

Menjelang acara puncak, selama sepersekian detik, suasana seketika hening. Sunyi, bahkan kepakan sayap lalat yang melintas bisa terdengar.

Mendadak, suasana menjadi menakutkan.

Rombongan konvoi yang masuk disambut oleh keriuhan warga, selanjutnya disusul oleh ledakan bom di sisi kanan dan kiri jalan. Bom-bom yang nampaknya sudah ditanam dari jauh hari itu meledak dengan cepat dan tanpa henti. Seperti mengejar, bom-bom tersebut meledak bersahut-sahutan.
Tidak sempat menghindar, para penonton mulai histeris. Lelaki, perempuan dan anak-anak. Tua dan muda, semua berhamburan. Saling menyelamatkan diri. Namun percuma, ledakan bom yang seolah membabi buta dan lautan manusia yang panik merupakan jalan buntu untuk keselamatan. Teriakan histeris dan potongan tubuh yang terlempar ke berbagai arah menjadi pemandangan menyeramkan. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanyalah abu, darah dan asap hitam.

Pembawa acara kita kembali melaporkan jalannya acara.

"Hadirin, coba lihat. Perhatikan. Itu adalah bom-bom yang sudah saya tanam jauh-jauh hari. Iya, saya sudah mempersiapkan semua ini sejak lama. Tentunya, untuk sebuah pesta ulang tahun, kejutan seperti ini memang harus dilakukan. Surprise!!"
Menyadari dirinya hampir berteriak, si Pembawa Acara berdehem. Kikuk.

"Ehem. Saya lanjutkan, hadirin sekalian. Ini belum puncak, sekedar pembukaan. Coba perhatikan, bom-bom kecil yang meledak di sisi kanan dan kiri jalan, yang terus meledak dari awal jalan utama sampai diujung sana. Benar-benar ledakan yang indah."

Dari atas gedung yang tidak terlalu tinggi tersebut, terlihat seorang bapak menggendong anaknya sambil menangis. Kaki anak tersebut menghilang. Ada juga sekumpulan remaja yang wajahnya dipenuhi debu, satu dari remaja tersebut berjalan pincang, kakinya habis tertindih sesuatu yang besar. Sisanya adalah kepanikan. Orang-orang yang selamat dari ledakan tersebut, terus berlari mencari tempat aman. Mereka sudah melupakan sesama, yang ada di kepala adalah keselamatan diri sendiri. Adegan saling dorong, injak dan pukul terjadi beberapa kali demi mencapai tempat yang mereka rasa aman.

Asap dan angin yang bercampur dengan debu bertebaran di mana-mana. Cahaya matahari yang tadinya panas berubah menjadi mendung yang menakutkan. Siang itu yang terdengar hanyalah teriakan kepanikan dari warga-warga yang berlarian tak tentu arah.

Pembawa acara kita memegang mic ilusinya dan melanjutkan narasinya,

"Tapi tenang! Jangan panik. Begitu sampai di tengah, tempat di mana para pejabat kota duduk menanti konvoi, bom itu akan berhenti. Tenang, saya tidak terlalu kejam untuk membuat anak-anak dari para pejabat itu menjadi piatu."

Benar saja. Bom berhenti meledak. Tempat yang menjadi lokasi tenda pejabat seketika riuh. Mereka yang tidak terkena ledakan sibuk berlarian memasuki tenda sambil menangis juga berteriak. Tampak para pejabat yang terdiri dari wakil walikota, pegawai DPRD dan pegawai negeri lainnya sibuk menenangkan orang-orang yang berusaha menyelamatkan diri. Ada yang memberikan air minum, ada juga yang saling berpelukan, sekedar berbagi rasa takut. Tidak menunggu waktu lama untuk mobil pemadam kebakaran, kumpulan polisi dan tim SAR berdatangan untuk mengevakuasi titik tersebut.

"Benar, hadirin sekalian! Saya tidak akan membuat anak-anak dari pejabat itu menjadi piatu. Yang benar adalah, saya akan membuat anak-anak dari pejabat, petugas pemadam kebakaran, polisi dan orang-orang itu menjadi piatu. Suami-suami mereka menjadi duda, dan istri-istri mereka menjadi janda."

"Mari kita sambut, acara puncak dari hari Ulang Tahun Kota ini!!"

Dari atas gedung yang tidak terlalu tinggi, pembawa acara kita meliuk dengan lentur, berdansa sunyi, di tangannya, dia siap untuk menekan sebuah tombol yang memicu ledakan dahsyat siang itu.

"Mereka kira mereka selamat? Sayang sekali, hadirin sekalian. Mereka salah!!"

Yang terjadi selanjutnya adalah ledakan yang kekuatannya berkali-kali lebih besar dari rangkaian ledakan tadi. Bom tersebut terpusat tepat di tengah-tengah jalur, di tenda para pejabat. Seorang ibu yang tengah berlari seketika terhempas gelombang panas dari bom tersebut. Tubuhnya hancur berantakan sebelum bisa menyentuh tanah. Pemandangan lainnya, sebuah mobil pemadam kebakaran yang melayang terkena tekanan dari bom yang kemudian meledak dan hancur berkeping-keping. Tenda tempat para pejabat hancur berantakan, begitu pun sebuah gedung plaza yang terdapat di dekatnya. Ledakan yang sangat besar, kemungkinan untuk mencari orang yang selamat sangat kecil. Setelah ledakan besar ini, tidak lagi terdengar suara panik seperti sebelumnya. Suasana sunyi. Hanya ada suara-suara orang sekarat, yang sebagian badannya sudah menghitam. Angin yang berhembus memberikan rasa panas menyengat. Mendadak, kota ini menjadi seperti kota mati.

"Dan itulah, hadirin sekalian. Acara puncak dari hari Ulang Tahun Kota kita tercinta ini. Pesta kembang api terbesar yang pernah terjadi."

Narasi selesai. Setelah melakukan gerakan hormat kepada hadirin khayalannya, si pembawa acara berlari kecil menuruni gedung yang tidak terlalu tinggi tersebut. Sudah ada sebuah mobil sedan yang menjemputnya. Setelah memasuki mobil, dia berbicara kepada orang yang menjemputnya.

"Telepon media. Televisi, radio, surat kabar. Semuanya. Kabarkan tentang semua ini. Biar mereka meliputnya, biar mereka menyiarkannya. Siapa tahu berita ini sudah masuk televisi nasional sore nanti, jadi aku bisa menyaksikan ulang kejadian ini."

"Iya, pak"

Sambil terus berbicara, sekali lagi ia menekan tombol yang ada di tangannya.

Gedung yang tidak terlalu tinggi itu meledak dan ambruk. Lagi, terdengar teriakan massal dan kepanikan yang terjadi akibat ledakan tersebut. Kali ini, suara-suara tersebut berasal dari dalam gedung itu.

"Sekarang, kita kemana, pak?" tanya orang yang mengendarai mobil.

"Pulang. Kita pulang" pembawa acara kita tersenyum puas.

One Response so far.

  1. ros says:

    dont know what to say... ini cerita bersambungkah atau sekedar sepenggal narasi? jadi inget karakternya joker di darknight, but honestly i dont really like violance story, news, etc

Leave a Reply