"Hai! Kau pasti bingung kenapa tiba-tiba ada disini, iya kan? Dan lebih bingung lagi kenapa badanmu terikat juga mulutmu tertutup lakban. Biar kujelaskan, ini semua dendam. Sebab akibat. Sebab kau sakiti aku, akibatnya kusakiti kau. Mudah kan?"

Saat itu sore. Berlangsung di sebuah gedung tua yang sudah lama teronggok tak terpakai. Sepi. Tempat yang tepat untuk sebuah pembalasan dendam. Orang yang diajak bicara itu seorang perempuan muda, yang hanya bisa menangis dan mencoba teriak. Percuma. Lakban itu begitu erat melekat di mulutnya.

"Mencoba teriak? Sini, biar lebih mudah teriaknya, ku lepas lakban yang menempel di mulutmu. Nah, sudah lepas. Silahkan!! Oiya, aku lupa bilang, percuma juga kau teriak. Tak ada yang akan mendengar. Iya, benar. Cuma kau dan aku. Tambahkan nyamuk dan lalat jika kau ingin memiliki teman disini."

"Apa maumu?"

"Sedikit balas dendam dan sedikit kasih sayang." Jawabnya dingin.

"Maksudmu? Hey ingat, kita sudah selesai. Sekarang lepaskan kau!!"

"Selesai? Bagiku belum. Ada yang harus kulakukan agar ini selesai."

"Apa itu?" Wanita itu berbisik ngeri.

"Hal yang akan kau rasakan sesaat lagi."

Perlahan lelaki itu mulai membuka pakaian yang melekat di tubuh si wanita. Dibuka semua hingga tersisa pakaian dalamnya saja. Masih dalam keadaan terikat, kini tangan si wanita di rentangkan di atas meja makan yang besar. Tak ada hal lain yang bisa dilakukan si wanita selain berteriak dan meronta penuh harap.

"Merontalah dengan kuat sayang, hanya itulah yang kau bisa!! Meronta sampai kau lelah. Mudahkan pembalasan ini." Tatap si lelaki. Sadis.

"Lepaskan aku!! Tolong! Kau bisa dapatkan apa yang kau mau. Tapi tolong, lepaskan aku!!"

"Yang kumau? Sayangnya yang ku mau adalah dirimu. Dan itu sudah kudapatkan sekarang, so simpan saja tawaranmu." Lelaki itu berlalu keluar. Tak lama ia kembali membawa tas sedang berwarna hitam.

"Apa itu?" Si wanita semakin takut dan kalut.

"Ah, ini tas!! Bodoh sekali kau! Dan isi dalam tas ini yang akan membantuku menyelesaikan pembalasan ini. Penasaran? Tunggu! Sabar yah.." Ucapnya seraya duduk dekat si wanita dan membuka isi tas. Sebuah pisau tipis dikeluarkan.

"Daripada semakin lama, kita mulai saja puncak pembalasan ini! Kata orang, mulailah dari kaki. Oke, kita mulai dari kaki."

Wanita itu berteriak histeris dan menangis sejadi-jadinya. Namun dia tak bisa berbuat apa-apa selain itu. Si lelaki mulai menggerakkan pisaunya ke sekeliling kakinya. Belum, dia belum mulai mengiris. Hanya mengusapkannya, menciptakan rasa takut dan ngilu.

"Kau tau, tulang di atas tumit itu jika terpotong akan terasa sangat sakit sekali. Bayangkan, saking sakitnya, menangis pun akan menjadi sulit. Bagaimana jika kita coba?" Omongnya seraya mengarahkan pisau kecil yang runcing itu ke bagian yang dimaksud. Cukup dengan satu goresan kecil dan tulang muda itupun terpotong.

Sontak si wanita berteriak keras. Memilukan. Tangisannya memenuhi gedung kosong itu, menggambarkan kesakitan yang sangat.

"Waw!! Nampaknya sakit ya!" Lelaki itu mengusap darah yang mengalir di pisaunya. Masih dengan ekspresi dingin.

Ditengah rengekan dan teriakan pilu sang wanita, si lelaki melanjutkan "pembalasannya".

"Dan kini, aku akan coba menyayat setiap jengkal kulit kakimu. Mulai dari betis, telapak, lutut, paha, semuanya." Ucapnya sembari mulai menyayat.

"Kalo gini saja kurang bagus. Sekarang akan ku perciki dengan air jeruk. Jeruk nipis. Ini akan sedikit perih, tapi enak." Psikopat itu terkekeh. Di perciki luka sayatan itu dengan perasan jeruk nipis. Sekarang darah yang keluar akibat sayatan bercampur dengan air jeruk tadi. Bisa kau bayangkan aromanya. Wanita itu merintih kecil. Terlalu lelah untuk kesakitan.

"Selanjutnya apa ya? Oiya, kau tau ini?" Tanya psikopat sambil memegang tempurung kaki wanita itu. "Tempurung ini akan berbunyi indah sekali jika dihancurkan dengan komposisi ketukan yang tepat. Seekor sapi langsung tak bisa berjalan jika tempurungnya di remukkan. Bagaimana dengan manusia? Kita coba" Ujarnya memegang palu yang cukup besar. Si korban hanya bisa mendelik ngeri. Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Dengan satu hentakan dan teriakan keras si wanita, remuklah tempurung kakinya. Tunggu, itu baru tempurung yang kanan. Yang kiri belum. Dan cukup dengan satu pukulan, hancurlah tempurung itu. Bunyinya? Seperti ranting kayu yang patah. Karena itu luka dalam, jadi yang terlihat hanyalah memar biru yang langsung membengkak. "Huh, ku kira akan susah, ternyata mudah!"

"Apa? Kau bilang apa?" Lelaki itu mendekat ke telinga si korban. "Sakit? Ya inilah yang namanya rasa sakit. Sakit kan? Akhirnya kau bisa merasakannya"

"Tolong berhentilah!! Mau apa lagi kau? Perkosalah aku jika itu yang kau mau. Setubuhi aku. Nikmatilah. Tapi tolong hentikan penyiksaan ini." Rintih si wanita menangis menahan sakit.

"Setubuhimu? Kalo aku menyetubuhimu, kau hanya akan sakit selama sembilan bulan, sesudah itu kau sehat. Kau tenang. Bahkan kau mendapatkan anak dariku. Tak ada yang spesial. Namun jika ku melakukan pembalasan ini, lukamu akan abadi. Baik secara fisik maupun luka disini." Katanya seraya menunjuk dada si wanita.

Psikopat itu membalik tubuh si wanita. Kini punggungnya yang menjadi target. Diambilnya sesuatu dari dalam tas hitamnya. Itu seperti sabit, namun lebih kecil dan tipis. Dia mulai berkata "Selain perut dan muka, bagian tubuh yang terasa sakit saat terluka adalah punggung. Apalagi jika luka itu berupa sayatan dari benda tajam." Mulailah ia menyayat punggung wanita itu. Sayatan panjang dari mulai belakang bahu hingga bokong. Spontan darah segar mengucur membasahi ubin yang kusam. Darah yang amis berwarna merah pekat. Wanita itu hanya meringkih, kalo tak bisa disebut melonglong saat sabit itu mulai diseret di sepanjang bahunya. Sakit.

"Bisa kau diam? Sumpah aku terganggu dengan teriakanmu." Psikopat itu masih tanpa ekspresi.

Selesai dengan sayatan di punggung, ia menaruh sabitnya dan mengambil sebuah alat yang setipis silet namun lebar. Ya, dia mulai mengiris daging yang terdapat di bokong hingga ke pantat.

"Buat makan malam anjingku. Ia akan suka ini."

"HENTIKAN!!! AMPUN!!" Teriak si wanita histeris yang di abaikan oleh sang lelaki.

"Dan aku membaca di buku kalo garam itu bermanfaat untuk menyedot cairan yang ada ditubuh. Bisa itu darah, air, bahkan lemak sekalipun. Efeknya adalah badanmu mengering dan pastinya, sakit." Dia mulai menaburkan garam ke seluruh bagian punggung si wanita. Tak lupa bagian yang baru saja ia iris.

"Sambil menunggu reaksi garam itu di tubuhmu, mari kita sedikit ngobrol"

"Cuh.." Wanita itu meludah tepat mengenai wajah si psikopat.

"Ternyata masih bisa meludah ya? Tak kusangka" Ia menyeka wajahnya. "Pesanku cuma satu, jangan sembarangan meminum minuman yang diberi orang olehmu."

Mendadak mata wanita itu melotot.

"Yup, kau anak kecil yang memberimu minum di taman? Aku yang suruh. Ku berikan obat tidur. Ketika kau mulai goyang dan tak sadarkan diri, dengan mudah kau bawa kesini. Ah, seandainya kau lebih pintar, mungkin pembalasan ini tak pernah terjadi. Tapi faktanya kau bodoh dan orang bodoh patut disiksa." Psikopat menenggak minuman dingin ditangannya. "Minum?" Wanita itu menggeleng. "Kau harus minum agar tetap kuat menikmati "pertunjukan" selanjutnya, mengerti?"

Si pria bangkit dan mengambil ember berisi air yang sudah ia berikan es sebelumnya. Disiramnya air itu ke wajah sang korban. "Segar ya?!"

"Mari kita lanjutkan!!" Psikopat dengan santai mengambil sesuatu dari tas hitamnya dan bersiul. "Oh, kurasa aku belum membutuhkan ini.." Di taruhnya kembali kapak yang sudah diambilnya. Dia mendekati si wanita dan merengkuh tangannya. Dirabanya perlahan dan rabaan itu berhenti di siku. Di pegangi tulang yang menonjol dari siku dan berkata, "Siku itu semacam engsel. Kalo saja satu sisi patah, maka kau tak bisa menggunakannya, kecuali langsung dirawat oleh dokter. itupun hanya bagi yang tulangnya tidak berantakan. Tapi jika berantakan, akan susah. Peluang terbaik hanya amputasi." Dan "Krukk" Sekarang siku si wanita berganti arah. Patah. Remuk. Kembali terdengar teriakan kesakitan yang menggema dan menggaung. Tapi siapa yang peduli dengan teriakan itu? Toh tak ada satu orangpun di gedung ini.

"Kalo begini sih masih bisa sembuh. Tapi lebih baik ga usah sembuh ya!" Langsung saja sebuah palu mengayun menghancurkan tulang siku itu. Dua-duanya.

"Sakitkah?" Pertanyaan percuma.

"Dadamu belum tersentuh ya?" Psikopat itu mulai menyalakan selongsong api yang membara.

"Membakar, jika dengan tingkat panas yang tinggi itu tidak akan menimbulkan rasa sakit. Malah ga panas sama sekali, kau bisa menikmati pembakaran itu sambil mencium aroma hangus dari badanmu. Yang kau rasakan hanyalah rasa dingin yang sangat. Tapi sesudahnya, selang dua atau tiga jam, kau baru merasakan panas yang sesungguhnya. Neraka beneran. Ketika itu terjadi, kau akan berpikir bahwa mati lebih baik daripada merasakan sakit melepuh yang tak terperi" Dan dia pun mulai membakar dada sang wanita. Tanpa ampun dan tetap, tanpa ekspresi.

Memang benar yang terasa hanyalah rasa dingin. Buktinya si wanita diam. Hanya tangis biasa yang keluar, bukan tangis kesakitan. Tapi tetap saja ia meraung. salah satu asetnya tengah dihabiskan.

"Kau menciumnya? Aroma yang harum. Persis seperti aroma daging panggang. Mendadak aku lapar, hahahahahhahaha" Tawa yang sadis atau katakanlah menakutkan.

"Tolong, sudahlah hentikan.. Aku lelah, aku sakit!!" Ratap si wanita.

"Mencoba negosiasi? Nanggung kau tau? Sebentar lagi selesai." Balas psikopat. Kalem

"Kalau begitu bunuhlah aku!! BUNUHLAH AKU!!! TOLOOOOOOONNGG!!" Wanita itu kembali histeris. Dengan sisa kekuatan yang ada ia meronta-ronta.

"Psssstttt.. Diamlah sayang, sebentar lagi dan semua akan selesai.."

"Aku berani bertaruh ginjal dan ususmu menjadi matang di dalam perut. Tinggal tambah saus steak dan kau akan menikmatinya!!" Ujar si lelaki, kali ini dengan senyuman setan. Mendadak wanita itu muntah. Ia mual membayangkan yang terjadi. Atau terlalu lelah dengan penyiksaan ini. Muntahannya membasahi sekujur tubuhnya.

"Dan ini bagian puncaknya.. Kepala!!" Kata si lelaki setelah selesai membakar bagian depan tubuh sang wanita.

Dia mengambil silet dari dalam sakunya. "Kau tau, kepala itu adalah bagian tubuh yang dapat mengeluarkan banyak darah tanpa rasa sakit yang terlalu. Iya, rasa sakitnya sama saja seperti kau di gigit semut. Yang akan kau sadari hanya kucuran darah yang terus mengalir dari kepalamu" Kini, si psikopat sudah memegang kepala wanita itu dan mulai mengulitinya. Ia mulai dari kulit kepala bagian atas tengkuk. Dia tak mengidahkan si wanita meronta dan berteriak kesakitan. Yang ia perhatikan hanya satu, kucuran darah segar yang keluar dari setiap bagian kulit yang ia sayat. Darah yang begitu banyak.

Masih terus menguliti, dia berkata "Dahulu, sukuIndian suka menguliti kepala musuhnya untuk dijadikan hiasan atau malah dikenakan dalam setiap upacara adat. Itu suku Indian. Kalo aku, aku menguliti kepalamu hanya untuk kesenangan saja. Dan "pembalasan".

"Bukankah kita bisa memperbaiki ini? Hubungan ini? Tolong hentikan!!" Pinta wanita itu.

"Perbaiki? Telat sayang. Kalo sekarangku perbaiki hubungan ini, kau bisa apa? Apa yang aku harapkan darimu? Lihat, keluar dari sini kau tak lebih dari wanita cacat!!! Dengan kaki yang tak dapat berjalan dan tangan yang tak dapat kau gerakan. Juga tanpa kulit kepala, kau cacat!! Garis bawahi itu!"

Wanita itu menangis. Kali ini bukan tangisan kalap. Hanya tangisan pilu yang keluar karn asakit yang dirasakan di dalam hati.

"Kau menangis? Menyesal? Sayangnya penyesalan datang belakangan. Pasti kau dendam, tapi kau bisa apa? Kau tak bisa melakukan seperti yang saat ini kau lakukan. Kita impas. Kau sakit, akupun sakit." Sentak lelaki itu dengan nada tinggi. Masih tetap menguliti kepala si wanita.

"SELESAI!!!" Teriak psikopat itu. "Lihat betapa konyol wajahmu tanpa kulit kepala, hahahahaahahahahahah" Tawanya menggema. Menakutkan.

Wanita itu tertunduk. Sudah tak ada daya juga upaya. Kekuatannya sudah habis tersapu oleh emosi kemarahan juga rasa sakit. Dia terdiam.

"Sebenarnya aku ingin menggoreskan pisau ini ke wajahmu. Wajah cantikmu. Tapi sudahlah. Nanti malah tak ada yang mau denganmu jika wajahmu juga ku hancurkan. Siapa tau ada yang mau menikahimu dengan keadaan seperti ini. Siapa tau? Tapi paling tidak, sudah tak ada lagi yang bisa kau banggakan."

Dilepaskannya ikatan yang membelenggu tangan dan kaki wanita itu. Dia sudah selesai. Di bersihkan sekujur tubuh si wanita dengan kain putih hingga bersih. Setelah semua selesai, ia membuka tas hitamnya dan mengambil dua benda. Handphone dan.... Dan pistol.

Di taruh handphone itu di dekat si wanita. "Aku tak peduli bagaimana cara kau menggunakan hape itu, mau pakai mulutmu, atau apalah. Tapi gunakanlah sebelum kau mati kehabisan darah." Lelaki itu berjalan menjauh.

"Lalu pistol itu???" Tanya si wanita.

"Pistol ini untukku. Selesai sudah"

"DDoooorrr!!" Seketika darah, tulang dan otak berceceran kemana-mana, juga mengenai si wanita yang sibuk berteriak.

SELESAI

One Response so far.

  1. yuanita says:

    Serem :(, ikut ngilu seluruh badan pas baca

Leave a Reply