Diceritakan, hiduplah seorang anak perempuan dengan ibunya di sebuah desa yang berdekatan dengan hutan. Mereka hanya tinggal berdua karena sang ayah sudah lama mati akibat dimangsa binatang buas ketika berburu di hutan. Kejadian ini membuat sang ibu begitu berhati-hati menjaga anak perempuan semata wayangnya.
Waktu berlalu, dan si anak perempuan kini telah bertumbuh menjadi seorang gadis. Di tengah teman-temannya, dia dikenal dengan sebutan gadis bertudung merah karena kesenangannya memakai jubah berwarna merah. Jubah berwarna merah itu adalah hadiah dari neneknya ketika dia berulang tahun, tahun lalu. Gadis itu sangat menyayangi jubah pemberian si nenek.
Merasa sudah setahun tidak bertemu, pada suatu hari gadis bertudung merah berencana mengunjungi neneknya yang tinggal di desa yang letaknya lumayan jauh dari rumah mereka. Dia pun memberitahukan rencananya untuk mengunjungi si nenek kepada ibunya. Meskipun sempat khawatir, akhirnya si ibu memberikan ijin kepada anaknya. Bahkan sang ibu juga membuatkan kue yang akan diberikan kepada si nenek. Tepat pada sore hari, gadis bertudung merah pun berangkat menuju rumah si nenek.
"Hati-hati ya, nak! Perjalananmu lumayan jauh. Lebih-lebih ini sudah sore, jadi jangan mampir kemana-mana dulu. Langsung pergi ke tempat nenekmu!" tegas ibu. "Dan jangan berbicara kepada orang asing! Jangan terganggu dengan pemandangan yang akan kau lewati di hutan sana. Pokoknya jalan terus sampai ke rumah nenek. Mengerti, nak?" ibu kembali melanjutkan kekhawatirannya. Sambil memeluk ibunya, gadis bertudung merah berkata, "Ibu tenang saja. Aku akan berhati-hati kok. Jangan panik dan khawatir berlebih ya! Aku sayang ibu. Aku berangkat ya!"
Gadis bertudung merah berjalan melewati sungai, beberapa desa hingga sampailah ia di sebuah hutan. Di sinilah perhatiannya terganggu. Langkahnya terhenti ketika ia melihat bunga-bunga yang bermekaran. Sungguh bagus sekali. "Bagusnya! Aku ambil beberapa ah untuk nenek. Nenek pasti suka." ujarnya dalam hati. Belum selesai ia mengambil bunga-bunga tersebut, perhatiannya sudah dialihkan oleh sekumpulan kupu-kupu yang berterbangan kesana-kemari. "Aduhai! Indahnya kupu-kupu itu.". Gadis itu kemudian berlarian mengejar kupu-kupu, dia pun disibukkan dengan pemandangan hutan yang indah dan juga suara kodok saling bersahutan. "Ah, rasanya aku ingin tinggal di hutan ini. Indah!" gumamnya dalam hati.
Terlalu sibuk mengamati sekelilingnya, gadis bertudung merah tidak menyadari jika sedari tadi ada sepasang mata yang mengawasinya dari balik rimbunnya pepohonan. Mata yang mengikuti langkahnya kemana pun ia berjalan. Sosok mata itu kemudian keluar bersamaan dengan bayangan hitam nan besar, tepat di belakang gadis bertudung merah yang sedang asyik memetik bunga-bunga di sepanjang jalan. "Sedang apa kau disini, gadis kecil?" suara berat sang serigala mengejutkan si gadis. Dia menoleh ke belakang dan mendapati sosok besar serigala berwarna hitam dengan gigi-gigi yang tajam. "Aku sedang dalam perjalanan ke rumah nenekku." jawabnya. "Oh, begitu. Dimana rumah nenekmu?" tanya si serigala sembari mengeluarkan senyum bengisnya. "Di ujung jalan sana. Kau tidak akan menyakitiku, kan?". "Oh, tentu tidak, gadis kecil. Aku hanya bertanya saja. Sudah, silahkan kau lanjuti perjalananmu. Salam untuk nenekmu." balas serigala sambil memberikan jalan untuk gadis bertudung merah.
Menyadari akan bahaya, gadis bertudung merah berlari sekuat tenaga ke rumah nenek. Dia takut jika serigala itu terlebih dahulu sampai dan memangsa neneknya. Di tempat lain, serigala mengeluarkan semua tenaganya untuk bisa sampai ke tempat si nenek. Dalam perjalanan, sudah terbayang betapa nikmatnya daging nenek tua yang akan dia santap nanti. Serigala melewati semua jalan pintas yang diketahuinya agar bisa cepat sampai ke rumah si nenek. Mereka berdua berlari, saling mengejar waktu menuju rumah nenek. Tentunya dengan tujuan yang berbeda.
Tok Tok Tok. "Siapa di luar?" nenek berteriak. Tok Tok Tok. "Itu engkau ya? Cucu nenek satu-satunya? Akhirnya kau datang juga. Tunggu sebentar ya! Nanti nenek buka kan.". Terdengar langkah kaki nenek menuju pintu depan, hendak membukakan pintu untuk gadis bertudung merah. Iya, nenek berpikir itu adalah cucunya. Seandainya nenek tahu apa bahaya yang mengancamnya sekarang.
Kembali ke hutan. Masih terus berlari, gadis bertudung merah merapal doa dalam hati, berharap agar tidak terjadi apa-apa pada sang nenek. Tenaganya sudah mulai terkuras, rumah nenek sudah mulai terlihat di ujung sana. "Sebentar lagi," ia berbicara sendiri. Gadis bertudung merah terus berlari, melewati gerombolan bunga yang mulai layu, menerobos ranting-ranting pohon dan melompati danau kecil hingga sampailah ia di depan rumah si nenek. Dia pun menghembuskan nafas panjang. Keringat mengucur deras. Dengan tergesa, dia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Langsung saja dia membuka pintu dan menerobos masuk ke kamar si nenek. Yang dituju sedang membereskan tempat tidurnya.
"Hai, kau sudah datang, cucuku?" tanya si nenek dengan wajah berseri.
"Nenek.." gadis bertudung merah berhamburan memeluk neneknya. "Nenek tidak apa-apa? Kemana serigala itu, nek?"
"Nenek tidak apa-apa. Serigala apa? Maksudmu apa sih? Hayo sini, kita ke dapur. Sepertinya kau kelelahan ya? Mari kita minum teh. Kau bawa apa itu?" nenek menarik tangan cucunya dan mengajaknya duduk di dapur.
"Ini, aku bawa kue dari ibu, nek."
"Wah, pasti enak jika dinikmati dengan teh hangat ya?!" nenek mengambil keranjang kue dan mulai memasak air sambil mempersiapkan gelas berisi bubuk teh. Gadis bertudung merah masih duduk terdiam. Memikirkan serigala itu.
"Nek, jadi benar tidak ada serigala yang datang kemari?"
"Apa? Serigala? Ada.. Tapi dia sudah pergi. Nenek usir tadi." balas nenek dengan suara lemah lembut.
"Ah, syukurlah.. Memang nenek usir memakai apa?" gadis itu bertanya penuh rasa ingin tahu.
Nenek tersenyum. "Kau pasti tidak akan mau tahu, cucuku,"
"Aku sungguh ingin tahu. Memang pakai apa, nek?"
Seakan tidak mengacuhkan, nenek malah membicarakan hal lain.
"Cucuku, kau tahu ayahmu? Dia meninggal waktu kau masih kecil. Karena apa deh meninggalnya, nak?"
"Kata ibu karena dimangsa binatang buas, nek." gadis itu menjawab.
"Hahaha.. Dan kau percaya?" tawa nenek mendadak menakutkan. "Cucuku, dari dulu, nenek sudah tidak setuju ibumu berhubungan dengan ayahmu. Ayah bukan orang yang baik. Nenek tidak suka dengan ayahmu. Saat kejadian itu, saat ayahmu meninggal, ayahmu pamit kepada ibumu ingin pergi berburu, namun sebenarnya, ayahmu pergi menemui perempuan lain."
"Nenek bicara apa sih?" gadis bertudung merah terganggu dengan cerita yang dikatakan si nenek.
"Hei, dengarkan dulu. Ibumu tidak tahu akan hal itu. Namun nenek tahu. Nenek langsung saja pergi menemui ayahmu dan perempuan itu. Kau tahu apa yang nenek lihat? Ayahmu sedang bermesraan dengan perempuan itu!! Langsung saja nenek mengambil pistol ayahmu yang terdapat di kamar itu. Yang terjadi selanjutnya kau pasti sudah tahu.." nenek bercerita dengan seru. Pandangan matanya berubah jalang.
"Nek, hentikan, nek.. Sudah.." si gadis terisak.
"Nenek tembak ayahmu 3 kali. Di dadanya, pahanya dan kepalanya. Begitu juga dengan perempuan itu. Agar kematiannya terlihat seperti dimangsa oleh binatang buas, mayat ayahmu nenek taruh di tengah hutan, dengan harapan di mangsa oleh binatang buas. Benar saja. Besoknya, sekawanan harimau memakan mayat ayahmu."
Nenek lalu membawa dua cangkir teh ke meja. Dilanjutkan ceritanya, "Oh iya. Serigala itu? Coba kau buka pintu gudang itu. Kau tengok saja. Entah serigala itu sudah mati atau belum. Yang jelas, tadi nenek berusaha menebas kepalanya dengan golok ini." nenek mengeluarkan golok besar yang masih berlumuran darah. Bau anyir memenuhi dapur.
Gadis bertudung merah semakin terisak. Dirinya juga dilanda takut yang sangat. Dia tidak menyangka semua akan seperti ini. Dan tentang ayahnya? Tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Merasa suasana yang tidak aman, gadis itu bersiap untuk pergi. Dengan sigap, nenek mencegahnya.
"Kau mau kemana, cucuku?" tanya nenek sembari mengayunkan goloknya. Yang terdengar di sore itu hanyalah teriakan panjang seorang gadis. Gadis bertudung merah.
Statistik Tamu
Yang Laris Dibaca
-
"Han.. Angkat teleponnya dong, Han.. Angkat.." Suara nada sambung yang entah sudah keberapa kali kembali terdengar. Dengan ta...
-
Semua orang punya dua sisi. Semua orang memiliki dua kepribadian. "Diam dulu. Kamu memang harus kubungkam biar diam. Biar tenang per...
-
Wanitaku, terkadang mengerti saja belum cukup agar bisa memahami cinta. Terkadang merasa jelas itu hanya sebuah ilusi, hiburan hati agar ter...