Semua orang punya dua sisi. Semua orang memiliki dua kepribadian.
"Diam dulu. Kamu memang harus kubungkam biar diam. Biar tenang perasaan hatiku." Suara berat memecah kesunyian di malam itu.
"Tapi, tapi ini sakit. Sakit sekali. Masa kau tega?" Terdengar suara lainnya. Seperti suara wanita. Terdengar panik, mengarah takut.
"Kenapa tidak? Sudah, diam saja. Nikmati saja." Balas lelaki pemilik suara berat sambil mengambil sesuatu dari atas meja. Terdengar suara desingan. Sebuah pisau.
Pisau itu kini berjalan dengan perlahan diatas kulit tangan. Rasa dingin langsung terasa saat bagian tajam pisau itu menyentuh kulit. Langsung saja darah segar keluar dan menetes.
"Ah, sakit!! Kau gila? Ini sakit." Wanita itu merintih. Dia memandangi darah yang mengucur deras dari lengannya.
Sayatan pisau tidak berhenti.Dimulai dari pergelangan lalu berhenti di siku, sayatan yang pelan namun pasti itu terus saja mengiris kulit dan daging tangan wanita itu. Semakin dalam, hingga pisau itu kini menjadi merah karena terkena darah yang deras keluar.
Terengah-engah, lelaki itu kemudian menjauhkan pisau dari lengan si wanita. Dia lalu mendekati meja dan mengambil barang lainnya. Sebuah gergaji.
"Mau apa, kau?" Si wanita menjerit ketakutan.
Menghela nafas, lelaki itu bicara dengan suara paling pelan yang dia bisa, "Kan sudah kubilang. Kau diam saja.Cukup diam dan nikmati. Begitu."
Tangan kiri lelaki itu mengusap lengan si wanita, seperti mencari-cari sesuatu. Berhenti di satu titik, dia rasa dia telah menemukan apa yang dicarinya. Di bagian itu, tepat di tengah-tengah lengannya. Diambilnya gergaji yang sedari tadi sudah siap digunakan dan mulailah pekerjaan itu. Menggergaji tulang lengan si wanita.
Suaranya bagaimana? Bayangkan saja jika kau menggergaji kayu. Iya, kayu. Bedanya, ini adalah tulang lengan. Wanita itu berteriak, sudah barang tentu sakitnya tak tertahankan. Sangat. Serpihan putih dari tulang bercampur dengan gumpalan daging dan darah. Semuanya berceceran di lantai. Pemandangan yang menjijikan. Seharusnya.
Wanita ini hanya diam. Wajahnya pucat, campuran antara ketakutan dan rasa sakit yang sangat. Baru setengah jalan, lelaki itu menghentikan gergajinya. Yang selanjutnya terjadi adalah lelaki itu menaruh lengan yang sudah separuh di gergaji ke atas meja. Dengan sekali hentakan, patah sudah lengan si wanita. Ruangan itu dipenuhi dengan raungan dan tangisan panjang dari perempuan itu. Sayangnya, tangisan itu tak bisa menolongnya. Monster di hadapannya sudah siap dengan hal lain.
"Psst.. Diam. Kalau berisik, kau akan semakin merasa sakit. Diam saja." Ucap lelaki itu berbisik.
Merasa selesai di tangan, kini pekerjaannya berpindah ke wajah. Lagi-lagi, dia mengambil sesuatu dari atas meja. Sebuah obeng.
Sembari menyeka rambut si wanita dari wajahnya, dia mendekatkan obeng itu ke matanya. Dengan sekali hentak, obeng bermata tajam itu kini sudah bersarang di mata kiri si wanita. Sudah, jangan ditanya apa reaksi dan bagaimana sakitnya si wanita itu. Tidak tertahankan.
"Kenapa? Kenapa kau lakukan ini? Kenapa?" Isak wanita itu ditengah-tengah rasa sakitnya.
"Pertanyaan yang umum, ya. Kenapa? Karena kau telah menggangguku selama ini!! Kau telah membuatku tidak diterima oleh lingkunganku. Karena kau!! Kau yang membuatku menjadi seperti ini. Sial!!" jawab lelaki itu. Berteriak.
Lelaki itu terus saja berteriak sambil menusukkan obengnya secara membabi-buta ke kaki, tangan dan perut wanita itu.
"Karena kau begitu lemah, aku jadi terhina!!"
"Karena kau begitu buruk, aku merasa terpuruk!!"
"Karena kau bagian aku yang sangat memalukan, aku menjadi sangat malu!!"
Terus saja seperti itu. Kali ini tidak hanya wanita itu yang berteriak, namun juga si lelaki. Berteriak kesakitan, layaknya merasakan sesuatu yang menyakitinya.
Apakah selesai? Belum.
Lelaki itu kini mengangkat tubuh si wanita untuk kemudian dia pukulkan ke tembok. Berulang kali.
"Bam Bum Bam Bum" suara badan yang dipukulkan ke tembok memenuhi ruangan. Dan juga memilukan untuk siapa pun yang mendengar. Namun kini tak ada lagi suara yang dikeluarkan oleh wanita itu. Bisu. Sunyi.
Sadar akan keadaan si wanita yang tak lagi bersuara, lelaki itu menghentikan tindakannya. Dilihatnya wanita itu sudah tidak bernyawa, si lelaki malah tertawa.Tertawa keras dan terbahak-bahak. Tawa yang dikeluarkan terdengar pilu dan sakit. Tawa yang datang dari rasa sakit. Dia menang. Namun, tak lama kemudian dia menangis. Menangis sejadi-jadinya. Ditinggalkan sosok wanita itu di lantai. Sebelum berlalu, tak lupa ia meludahi wajahnya.
"Cuh! Mati kau!"
Lelaki itu kini berjalan meninggalkan ruang gelap tempatnya penyiksaan tadi dengan nafas menderu dan langkah kaki yang pincang. Mata kirinya berlumuran darah, dengan lengan kiri yang hampir putus. Sekujur tubuh bagian kirinya terluka penuh luka tusukan.
Semua orang punya dua sisi. Semua orang memiliki dua kepribadian. Namun beberapa orang merasa harus menyingkirkan salah satu kepribadiannya. Beberapa orang merasa harus membunuh sisi lain dari dirinya. Dan hal itu sudah dilakukan oleh si lelaki.
Saat akan menyentuh pintu, lelaki itu terjatuh. Tubuhnya limbung. Gelap. Semua gelap.
"Selamat tidur" bisik wanita yang ada dalam dirinya.
Statistik Tamu
Yang Laris Dibaca
-
"Han.. Angkat teleponnya dong, Han.. Angkat.." Suara nada sambung yang entah sudah keberapa kali kembali terdengar. Dengan ta...
-
Semua orang punya dua sisi. Semua orang memiliki dua kepribadian. "Diam dulu. Kamu memang harus kubungkam biar diam. Biar tenang per...
-
Wanitaku, terkadang mengerti saja belum cukup agar bisa memahami cinta. Terkadang merasa jelas itu hanya sebuah ilusi, hiburan hati agar ter...