Senja mulai temaram, binatang-binatang nokturnal pun mulai menggantikan tugas para binatang siang. Kesibukan menyambut malam tidak menganggu langkah kaki kelinci yang berjalan begitu cepat menuju sarangnya. Kali ini dia pulang terlambat. Perjalanan menemui teman di hutan seberang membawanya asik dalam obrolan sehingga membuatnya lupa akan waktu. Padahal, keadaan hutan sedang tidak aman. Serigala, harimau dan juga musang sedang berkeliaran mencari mangsa. Keadaan ini baru terjadi selama sepekan ini. Sejak para pemangsa itu pindah ke hutan tenang ini. Itu terjadi karena ulah para pemburu yang makin mengurangi persediaan makanan bagi para binatang buas.

Karena terlalu sibuk mengejar waktu, kelinci sampai tidak menghiraukan sapaan dari burung-burung dan serangga malam yang ia lewati. Yang terpenting sekarang adalah cepat sampai ke sarang, begitu pikir kelinci.Dia tidak tahu jika di depan sana, seekor musang lapar sedang menunggunya melintas.

"Halo, kelinci! Terburu-buru pulang ke sarang? Bagaimana jika aku ganggu?", ucap musang sembari menghalangi jalan bagi kelinci. Terkejut melihat siapa di depannya, kelinci berhenti. Dia diam. "Memang kau mau apa?", suaranya dibuat tenang, meskipun berdebar rasa di hati.

"Mari bermain-main." ajak musang. Seringai jahatnya terlihat dibalik kegelapan malam. Kelinci gentar, berdegup kencang jantungnya. Degupan yang bisa didengar oleh si musang. Buktinya, musang itu makin berani mendekati kelinci sekarang. "Ayo, bermain-mainlah denganku, kelinci.."

"Mau apa?" tanya kelinci. "Kita adakan lomba. Lomba lari. Siapa yang paling cepat sampai ke ujung sana, jadi pemenangnya. Kalau aku menang, terpaksa kau aku mangsa. Tapi jika kau menang, aku dan teman-teman musangku akan pergi dari hutan ini. Bagaimana?", musang menjilati kuku-kuku tajamnya. "Jika aku tidak mau?" tanya kelinci. "Terpaksa kau aku makan sekarang. Bagaimana?"

Kelinci menimbang-nimbang. Dari sini menuju hutan di ujung sana lumayan jauh, sementara keadaan sudah malam. Kelinci tahu, ada banyak bahaya yang mengancamnya jika ia ikut permainan musang. Mulai dari singa yang sewaktu-waktu siap menerkam, sampai ular yang bisa mengigitnya. Tapi mau apa lagi? Pilihannya jelas. Meskipun kemungkinan untuk menang kecil, kelinci tidak mau menyerahkan diri semudah itu untuk dimangsa oleh musang. Jika memang harus kalah, buatlah kekalahan yang susah. Begitu pikirnya.

"Cepat, kelinci. Aku mampu menunggu, namun tidak perutku. Ayo!" tandas musang dengan suara tinggi, sembari mendekatkan dirinya ke kelinci.

"Ayo! Siapa takut?! Kita mulai dari sekarang ya!," kelinci bersiap. Langkahnya dikuatkan, mentalnya sudah bulat.

"Sebentar, kita butuh wasit. Siapa kira-kira? Oh, bagaimana jika teman musangku saja yang menjadi wasit?," musang kembali tersenyum. "Sial!!," rutuk kelinci dalam hati. Ini akan menjadi lomba yang sulit.

Dan lomba lari itu dimulai. Musang langsung melesat jauh, sementara kelinci menyusul di belakangnya. Jarak mereka lumayan jauh. Namun kelinci tetap optimis. Dikeluarkan seluruh tenaganya. Kakinya diayunkan kencang, berusaha mengejar musang. Sementara di sisi kiri dan kanan, berlarian musang-musang yang merupakan teman dari si musang. Sungguh teror!

"Aku akan makan kelinci gemuk malam ini!," pikir musang sambil berlari. Liurnya bermain keluar masuk dari mulutnya. Merasa si kelinci jauh tertinggal, musang memperlambat larinya. Dia berjalan santai, namun tetap waspada. Dari kejauhan, teman-teman si musang mulai mendekat. "Mana si kelinci?," tanya musang. "Masih ada di belakang. Lambat sekali dia!," balas teman-temannya.

Kelinci masih terus berlari, berusaha mempercepat ayunan langkahnya. Sementara berlari, dia mengambil dan menyimpan apa saja yang terlintas di depannya. Ada dahan, potongan batu tajam juga daun yang menampung air yang langsung diminum oleh kelinci. Dahan dan potongan batu tajam itu kemudian dimasukkan kedalam tas yang memang dia bawa sedari tadi. Kelinci kembali berlari kencang.

Di tempat lain, musang masih mengira kalau kelinci itu tidak dapat menang, kemudian kelelahan dan tertidur setelah menikmati keong-keong yang ada di pohon didekatnya. Begitu juga teman-teman musang itu. Padahal, garis akhir lomba itu hanya tinggal beberapa meter lagi jauhnya. Mereka lebih memilih tertidur dan memimpikan menyantap daging kelinci yang kelelahan karena berlari sekuat tenaga.

Tibalah kelinci itu di tempat sekawanan musang beristirahat. Melihat musang-musang itu tertidur, kelinci pun berhenti. "Jadi mereka tidur? Bodoh. Bukankah jika mereka terus berlari, mereka bisa menang dan menyantapku?," pikirnya dalam hati. Tanpa pikir panjang, kelinci mengeluarkan dahan dan batu-batu bersisi tajam yang ia kumpulkan. "Saatnya balas dendam.."

Didekatinya musang yang menantangnya sambil membawa dahan pohon. Dengan sekali ayunan, dahan itu mendarat tepat di kepala musang. Tidak cukup sampai disitu, kelinci kemudian meraih batu-batu tajamnya. Dia tarik kepala musang, kemudian dia menyayatkan batu tajam ke leher musang. Darah segar muncrat. Terdengar suara lemah dari musang itu. Hal yang sama dia lakukan terhadap teman-teman si musang. "Kenapa tidurnya nyenyak sekali?," pikirnya. Tapi bodo amat. Jika bukan sekarang, tak akan ada lagi kesempatan seperti ini.

Selesai menyayat kulit leher, kelinci kemudian melanjutkan balas dendamnya. Batu tajam itu dipukulkan ke tulang leher musang. Kepalanya putus. Kemudian ia kuliti kulit kepala musang sampai benar-benar tercabut dari batok kepalanya. Selesai bagian kepala, kemudian ia sayat perut si musang. Dimulai dari dada sampai ke perut bawah. Darah kembali mengucur desar. Bulu putih kelinci kini berwarna merah pekat.

Kelinci mematahkan semua tulang-tulang yang berada di tubuh musang. Bunyi tulang-tulang yang patah menjadi musik tersendiri di malam itu. Satu persatu isi perut musang dikeluarkan. Saat sedang mengeluarkan semua bagian perut, kelinci menemukan keong yang tadi disantap oleh musang. Kelinci terkekeh, rupanya itu adalah keong beracun yang bisa menyebabkan siapa pun yang memakannya mabuk dan tertidur. "Pantas saja!," gumamnya.

Dia melanjutkan pekerjaannya sampai selesai. Tulang-tulang dan daging mereka dipisahkan sesuai bagiannya. Sementara isi tubuhnya dibuang setelah sebelumnya dihancurkan. Kelinci sangat puas malam itu. Seketika, ketakutannya berbalik menjadi kebuasan yang tidak terkira.

Kelinci bersiap pulang. Kini tidak ada lagi hal yang membuatnya takut. Malam itu, ia baru saja membunuh sekawanan musang dengan sadis. Diambil tasnya yang teronggok di tanah. Jika tadi berisi batu-batu tajam dan dahan, kini isinya adalah kulit dan tulang belulang musang.

Sebelum pergi, ia meludah ke bangkai musang yang teronggok diam. Tak berdaya.

Leave a Reply