"Sekian lama tidak bertemu, ternyata kau masih nikmat, yah.." Dito bangkit dari tidurnya dan membetulkan kancing kemejanya.
"Hahaha.. Kamu yang pergi terlalu lama, Dit. Kemana aja? Semua masih sama kok, masih nikmat." Jawab Rin, acuh. Dinyalakan sebatang rokok yang sudah menempel di bibirnya.
"Emang iya aku pergi terlalu lama? Ah, itu kan salahmu sendiri. Berulang kali kuajak kau pergi, kau selalu menolak. Ada saja alasanmu. Padahal, pergi denganmu tidak membuat hidupmu susah kok, malah senang. Bahagia. Terkadang, aku heran denganmu." Kini Dito mengencangkan ikat pinggangnya. Celana jeans yang berwarna biru terlihat gelap didalam kamar yang sinar lampunya remang.
"Aku? Pergi? Mana mungkin.. Aku suka di sini. Suasananya, orang-orangnya, tempatnya. Apa lagi? Pokoknya enak. Aku betah." Wanita itu memainkan ujung rambutnya.
"Iya, enak. Tapi kau selalu kekurangan. Buat apa enak tapi kekurangan? Pergilah denganku, dan nikmati segala kenyamanan yang aku berikan." Dito mendekati Rin dan mengecup bibirnya. Rin kemudian membalas kecupan itu dengan pagutan yang cukup lama sampai akhirnya kemeja Dito kembali kusut.
"Tapi aku betah, Dit. Aku senang."
"Kesenangan apa yang kau dapat dari kamar sepetak seharga Rp. 300.000 sebulan? Meh.." Mereka duduk berpandangan sekarang.
"Kesenangan yang tidak akan bisa dirasakan oleh orang-orang berduit sepertimu."
"Yakin?"
Rin menarik nafas panjang. "Iya, yakin. Sangat yakin. Ini sudah menjadi pilihanku, dan aku meyakini apa yang sudah aku pilih." Rin kemudian bangkit dan meraih beha yang tergantung di belakang pintu.
"Jangan dipake dulu dong behanya, sini.. santai dulu.." Pinta Dito mendekatkan diri dan meraih kedua dada Rin lalu meremasnya.
"Ih, apa sih.." Rin menepis tangan Dito. Kemudian dia pakai kembali beha lalu mengambil kaos dan celananya.
"Kenapa begitu sih, Rin?"
"Kenapa? Lihat, sudah 2 jam. Waktu kamu sudah habis. Cepat sini bayar dan keluar."
"Tapi.. Tapi aku cinta kamu. Aku sayang kamu. Ayolah, ikutlah denganku. Pergi bersamaku. Biar kupertemukan dengan ayah ibuku, keluargaku. Aku ubah hidupmu.."
"Ga bosen ngomong begitu terus?" Rin kembali membakar rokok. "Sayang? Cinta? Ada ratusan lelaki yang bicara seperti itu kepadaku, Dit. Ratusan. Hanya karena dadaku besar dan barangku bagus, kamu jadi bicara seperti itu, kan? Dengar, dada besar dan barang bagusku bukan cuma kamu yang menikmati, Dit. Banyak. Ratusan lelaki. Jadi kamu mau apa? Memilikiku? Cih."
"Aku bisa kok terima kamu apa adanya. Ayo, pergi denganku. Sekarang."
"Maaf, aku ga bisa. Ga mau. Aku lebih senang seperti ini. Sungguh." Rin menenggak minuman yang dibawakan oleh Dito. "Mana sini bayarannya! Mami udah telepon daritadi nih. Kamu lama banget keluar kamarnya. Udah ada yang nunggu lagi.."
"Rin, jangan begitu. Tolong.. Ikut denganku. Tolong!"
"Ah, udah sana, pergi. Aku pikir kamu datang cuma bermaksud menikmatiku aja tanpa keinginan yang aneh-aneh. Ternyata sama aja. Ga berubah!! Aku ga mau pergi sama kamu." Rin meminta Dito bangkit dari tempat tidur untuk kemudian membereskan sprei yang acak-acakan.
"Mana?" Rin membuat isyarat tangan meminta.
"Nih.. Ayolah, ikut sama aku." Dito memberikan sepuluh lembar uang Rp. 100.000. Yang kemudian dikembalikan lagi sebanyak delapan lembar oleh Rin.
"Sudah lupa? Bayaranku cuma Rp. 200.000, nih ambil lagi."
"Bonus, Rin"
"Aku ga perlu. Dengan uang segitu aja udah cukup kok. Ambil aja lagi uangnya."
"Ya udah, kalo gitu ayo ikut aku. Beresin semua pakaian kamu. Kita pergi."
"Kan aku udah bilang ga mau. Sana pergi deh. Udah ada pelanggan lain nih."
"Tapi Rin.."
"Udah deh. Kamu tuh kakak aku, Dit. Bilangin sama papa mama kalo aku ga mau pulang. Udahan deh."
"Tapi aku cinta kamu, Rin. Cinta.." Dito mengiba. Dia berusaha memeluk Rin.
"Cinta tuh ga ngerusak, Dit!! Udah, pulang sana!" Rin mendorong Dito hingga ke pintu, menyuruhnya keluar.
"Aku cinta sama kamu, Rin.." Dito berteriak. Kini dia sudah berada di luar kamar Rin.
"Cinta tai kucing.." Gumam Rin sambil mengambil handphone, menghubungi mami yang dari tadi sudah menunggu.
"Halo, Mih! Yang tadi udah nungguin masih ada? Suruh masuk. Aku udah selesai nih."
Statistik Tamu
Yang Laris Dibaca
-
"Han.. Angkat teleponnya dong, Han.. Angkat.." Suara nada sambung yang entah sudah keberapa kali kembali terdengar. Dengan ta...
-
Semua orang punya dua sisi. Semua orang memiliki dua kepribadian. "Diam dulu. Kamu memang harus kubungkam biar diam. Biar tenang per...
-
Wanitaku, terkadang mengerti saja belum cukup agar bisa memahami cinta. Terkadang merasa jelas itu hanya sebuah ilusi, hiburan hati agar ter...