http://www.fingel.com/wp-content/uploads/2008/04/hashima2.jpg


Di kota yang tidak mengenal mata uang, kita diharuskan bermimpi sebelum bekerja dan menentukan apa pilihan kita sebagai bayaran dari kerja yang kita lakukan. Di kota yang tidak mengenal mata uang ini, lembaran uang berganti dengan bayangan tentang apa yang kita mau disaat waktu gajian tiba. Masih di kota tanpa mata uang, nampaknya tak ada lagi sumpahan serakah tentang uang-uang yang berkeliaran tanpa tuan.

Di kota ini, demi mendapatkan sebungkus rokok kita harus menjaga warung selama berjam-jam. Di kota ini demi bisa menikmati tubuh gadis belasan tahun, kita harus membersihkan tempat tidur kotor yang berceceran darah dan air mani. Di sini, tepat di kota ini, kita harus bergerak, kita harus bertenaga untuk mendapatkan apa yang kita mau. Karena mata uang bukanlah ukuran. Karena tenaga sangat berharga.

Kemarin, seorang pemuda baru saja bunuh diri karena tak bisa menikah. Bagaimana mau menikah, jika untuk itu ia harus bekerja selama puluhan tahun demi mendapatkan kriteria gadis idamannya. Di berbagai kantor dan pabrik, kau akan melihat display kaca lengkap dengan apa pun yang kau inginkan. Ingin mendapatkan rumah? Bekerja selama 15 tahun. Ingin mendapatkan istri cantik nan seksi mengundang berahi? Bekerjalah selama 20 tahun. Di sini, selesai menjalankan masa bakti, bayaranmu adalah apa yang kau inginkan. Masalah rumah yang kau inginkan rusak atau istri yang kau idamkan menjadi tua, itu masalahmu. Karena seperti kubilang, di kota ini, mata uang tidak berlaku. Lebih-lebih tingkah memelas seperti babu.

Karena tak kenal mata uang, kerja kami menjadi sungguh-sungguh. Orang-orang mulai usaha sedari pagi, hingga mata tak mampu terbuka lagi. Tak ada tingkatan ekonomi, karena semua didapat berdasarkan tenaga kami. Coba kau main ke kota kami, tak kau temukan orang-orang berdasi. Semua orang sibuk mengurus diri sendiri, karena kami selalu mencari. Sebab jika tidak, kami tak dapat makan, senyum kami tak akan senang, hati kami tak bisa tenang.

Di sini rumah ibadah selalu ramai, bukan mencari muka, bukan pula perbanyak pahala. Kami bingung mencari pegangan, kami tak tahu kemana bertanya. Inginnya sih terjadi perbaikan, bagus-bagus jika ada keajaiban.

Di kota tanpa mata uang ini kami hidup serius, karena kami tahu, akan ada kematian setelah kehidupan.


3 Responses so far.

  1. Kota yang mengerikan .
    Sepertinya kota saya lama-kelamaan akan seperti itu

  2. Ketakutan yang sama. aku juga berpikir gitu. Jangan-jangan, seluruh kota akan seperti itu. entah baik, entah buruk.

  3. mantap tuh gan ..
    salam sukses selalu ..:)

Leave a Reply