Tahu siapa mang Enjam? Pasti gak tahu. Iya, karena cuma saya dan keluarga saya yang kenal mang Enjam. Kerenkah saya karena mengenal mang Enjam? Tidak juga. Mang Enjam bukan artis, apalagi selebritis. Dia cuma penjaga rumah saya dulu. Mang Enjam tetaplah mang Enjam, mantan preman yang jadi insyaf, meski emosi kadang khilaf.
Mang Enjam itu Sunda sejati. Orang ngomong bahasa jawa aja disautin pake bahasa sunda. Kalo makan ga lepas dari sambel dan jengkol muda. Selalu mengajarkan jangan bersuara ketika makan kepada anak-anaknya. Mang Enjam orang kampung, tapi tak pernah mau kalau disebut kampungan. Di sekolahkan anak-anaknya di sekolah negeri yang paling keren, biar bisa dibanggakan kalau pulang ke kampung Cicareuh. Suatu hari, mang Enjam memukuli anak lelakinya. Ditanya kenapa, ia bilang si anak mencuri penggaris di sekolah. Kenapa harus dipukuli? Mang Enjam bilang karena segala hal besar diawali dari hal kecil. Menjadi penjahat diawali dengan menjadi pencuri. Menjadi ahli kitab diawali dengan mengaji Juz Amma. Itu mang Enjam, mantan preman yang berniat insyaf, meski kadang nafsunya suka khilaf.
Iya, mang Enjam itu orang jujur. Selalu mengucapkan selamat pagi ketika pagi dan selamat malam ketika malam. Tak pernah ia berbohong. Gajinya kurang pun ia jujur, gajinya lebih ia kabur. Itu mang Enjam. Mang Enjam yang saya kenal. Bukan kamu, bukan situ, atau juga kalian.
Mang Enjam punya hobi mancing. Waktu masih jadi preman hobinya memancing kerusuhan, kini ia hobi memancing ikan. Biasanya malam, mang Enjam berangkat memancing. Dibawah jembatan, diperbatasan komplek. "Mancing ikan cemen, kang." Gitu katanya kalau ditanya. Entah jenis apa itu ikan cemen, cuman mang Enjam dan Tuhan yang tahu. Lain waktu mang Enjam bilang, "Kalo malem ikannya tidur, jadi gampang ditangkep, kang". Kalau sudah memancing, kadang mang Enjam nongkrong sampai pagi, kadang balik lagi, tergantung ikan dan tergantung niat.
Saya masih ingat, rokok mang Enjam itu Minak Jinggo. "Ga basah kalo kena iler", gitu alesannya kalau ditanya. Belakangan ketahuan alasan dibalik pilihan rokoknya. Ternyata Minak Jinggo lebih murah. Paling murah, jadi sisanya bisa untuk uang jajan anak-anaknya.
Kalo pagi mang Enjam tidur, kalo malam mang Enjam mancing. Lalu kapan mang Enjam ngejagain rumah saya? Entahlah. Itu urusan mang Enjam dan mama saya. Plus Tuhan kalau Dia mau tahu.
Mang Enjam paling demen ke pasar malem, beli kembang gula hingga celana dalem. Tapi mang Enjam takut naek kincir. Satu kali, pernah dia tereak-tereak gara-gara kincirnya macet pas di atas. Dari atas kincir, mang Enjam tereak-tereak, eh yang laen malah pada
sorak-sorak. mang Enjam ketakutan ampe nangis, yang laen ketawa ampe pipis.
Mang Enjam orangnya taat aturan. tiap adzan dzuhur dia makan, tiap gajian dia minta duluan. Tapi mang Enjam ga pernah lupa beribadah sama Yang Maha. "Biarpun kurang tetap ingat yang Maha Penyayang"
, ceramahnya waktu saya menolak shalat maghrib berjamaah. Saya ga salah, mang Enjam yang salah. Beribadah kok memaksa? Lalu pahalanya kemana? Kalau saya jawab begitu, mang Enjam cuma tertawa sambil berkata, "Karena Alloh mencintai orang-orang yang menyembahnya, bukan yang mempertanyakanNya".
, ceramahnya waktu saya menolak shalat maghrib berjamaah. Saya ga salah, mang Enjam yang salah. Beribadah kok memaksa? Lalu pahalanya kemana? Kalau saya jawab begitu, mang Enjam cuma tertawa sambil berkata, "Karena Alloh mencintai orang-orang yang menyembahnya, bukan yang mempertanyakanNya".
Mang Enjam bukannya orang ga punya, tapi dia tuh sederhana. kemana-mana aja ga pernah pake celana. Paling banter pake boxer. Bukan ga mampu, tapi celananya robek semua. Jahitannya terputus. Mau dijahit sudah percuma, toh cuma celana yang robek, bukan keperawanan. TOh cuma jahitannya yang terputus, bukan pula kekeluargaan.
Sayangnya setahun lalu mang Enjam meninggal karena hobi mancingnya. Kali ini, hobi mancing keributannya yang menjadi juara. Suatu subuh gitu, mang Enjam mabuk terus pergi ke pasar. Sampe pasar dia tamparin semua orang-orang. Emosi bukan kepalang, serempak orang pasar memukuli. Mang Enjam bonyok, tapi belum meninggal. Sebelum meninggal, mang Enjam sakit dulu selama 3 minggu. ginjalnya rusak.
3 hari sebelum meninggal, mang Enjam telepon saya, titip pesan. Dia bilang,
"Kang, jadi orang jahat itu gampang, yang susah jadi orang jujur". Dan untuk pertama kalinya selama saya kenal mang Enjam, saya nangis denger dia ngomong. ah mang Enjam.. riwayatmu kini..
kereeenn... :)