Pada satu kesempatan, saya merasa jadi orang tersial di dunia, tapi urung terjadi
setelah melihat pengemis yang terlihat kelaparan meminta-minta di lampu merah.
Di satu hari, saya ini merasa seperti orang tersusah didunia, tapi kembali gagal
setelah melihat seorang kakek tua renta berkeliling kampong berjualan singkong
sambil berjalan kaki.
Di hari lain, saya benar-benar merasa menjadi orang tidak beruntung didunia, tapi kok ya ga
jadi disaat melihat banyak pengangguran yang luntang-lantung mencari kerja.
Sungguh, saya merasa jadi orang paling miskin di dunia, namun lagi-lagi gagal saat melihat seorang
anak kecil dekil sedang mengorek-ngorek tempat sampah didekat rumah.
Saya pun pernah merasa begitu sulitnya menjadi anak dari keluarga broken home. Begitu
sialnya saya. Tapi lagi-lagi perasaan
itu hilang saat melihat puluhan anak kecil yang tidak diakui orang tuanya di
panti asuhan.
Akhirnya saya dapat mengambil satu pelajaran, buat apa saya
selalu menjadi orang yang merasa kurang, jika ternyata disekeliling saya masih
banyak orang yang jauh lebih susah hidupnya, jauh lebih tidak beruntung daripada saya, dan jauh lebih miskin dari saya? Mungkin selama ini saya bukan
tidak beruntung, saya bukannya miskin, saya juga bukan orang yang susah. Saya
Cuma seorang yang sulit bersyukur.
Bersyukur selalu terlupakan saat kita mengalami kesusahan, padahal ada yang lebih susah dari kita tapi mereka tidak mengeluh.